Rabu 30 Mar 2016 06:09 WIB

Yuk, Lirik Program Bayi Tabung Dalam Negeri

Rep: Aprilia Safitri Ramdhani/ Red: Indira Rezkisari
 Salah satu bayi tabung yang masih ditempatkan di inkubator di ruang persalinan anak di Rumah Sakit Bhayangkara Kediri, Jawa Timur, Rabu (3/9).    ( Antara/Rudi Mulya)
Salah satu bayi tabung yang masih ditempatkan di inkubator di ruang persalinan anak di Rumah Sakit Bhayangkara Kediri, Jawa Timur, Rabu (3/9). ( Antara/Rudi Mulya)

REPUBLIKA.CO.ID, Kehamilan dalam perkawinan merupakan kabar baik yang mungkin paling dinanti setiap pasangan baru. Tapi apa yang terjadi bila pasangan tak kunjung mengandung?

Menurut dr.IGN.Elbatiputera, SpOG dari klinik Teratai RS Gading Pluit, setiap wanita pada dasarnya memang sulit untuk hamil. Biasanya memang butuh waktu yang cukup lama untuk terjadinya kehamilan alami.

"Kemungkinan pada manusia relatif sulit, persentasenya sekitar 20-25 persen dalam satu bulan berhubungan seksual tanpa kontrasepsi. Jadi untuk hasil yang alami, walaupun keduanya sangat subur tetap sekalipun harus dilakukan setidaknya selama 12 bulan," jelasnya kepada Republika.co.id.

Lebih lanjut, jika dalam waktu 12 bulan belum ada hasil, pasien disarankan segera memeriksakan diri. Seiring dengan perkembangan teknologi, banyak cara untuk mendapatkan keturunan.

Diantaranya adalah melalui program bayi tabung seperti In Vitro Fertilisasi (IVF) dan Intra Cytoplasmic Sperm Injection (ICSI) yang sudah banyak tersedia di sebagian rumah sakit dan beberapa klinik spesialis kandungan di seluruh Indonesia. Sayangnya, sebagian masyarakat masih belum yakin dan percaya dengan kemampuan para tenaga ahli di Indonesia guna melakukan tindakan tersebut.

"Masyarakat lebih mempercayakan melakukan program bayi tabung ke luar negeri. Padahal saat ini untuk mengikuti program bayi tabung mereka sudah tidak perlu lagi ke luar negeri. Selain kualitas tergolong sama, menjalankan program bayi tabung di dalam negeri juga dapat lebih meringankan biaya," tambah dia.

Program bayi tabung yang dilakukan oleh beberapa layanan kesehatan di Indonesia ini, secara keseluruhan bertujuan untuk meminimalisir para pasien untuk berobat ke luar negeri. Hal ini dikarenakan, menurut data Kemenkes tahun 2011 terdapat adanya kerugian negara akibat banyaknya pasien Indonesia yang melakukan medical tourism ke luar negeri, sebesar Rp 110 triliun.

Medical tourism sendiri, menurut Sekjen Perhimpunan Fertilitas In Vitro Indonesia (PERFETRI), Dr. dr. Budi Wiweko, SpOG(K) merupakan upaya pasien untuk melakukan perjalanan keluar negeri guna mencari perawatan medis yang tepat. Biasanya perjalanan medis ini dilakukan oleh pasien dengan berbagai alasan.

Salah satunya adalah karena di negaranya tidak memiliki fasilitas layanan medis yang mempuni, atau harganya cenderung lebih mahal. Medical tourism sendiri biasanya dilakukan di negara tetangga atau negara yang fasilitas kesehatannya lebih canggih dengan harga terjangkau.

"Sebenarnya negara kita juga mampu memenuhi layanan medis yang dibutuhkan oleh pasien, seperti program bayi tabung misalnya. Negara kita pun memiliki SDM dan teknologi yang tak kalah canggih layaknya negara-negara tetangga. Tentunya dengan harga yang jauh lebih terjangkau," katanya.

Menurut Iko, saat ini yang harus dilakukan adalah mengubah pola pikir masyarakat Indonesia bahwa layanan kesehatan yang kita miliki juga memiliki fasilitas yang sama dengan negara berkembang lain. Sehingga kerugian devisa negara dapat diminimalisir.

(baca: Cara Gampang Hemat Pengeluaran Bayi Baru)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement