REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meningkatnya angka harapan hidup serta berkah keberhasilan program keluarga berencana akan membawa Indonesia mengalami bonus demografi pada 2030. Guru Besar Fakultas Kedokterah Universitas Indonesia (FK UI), Budi Wiweko mengatakan, masalah muncul karena sekitar 15 persen populasi Indonesia atau sekitar 45 juta penduduk pada 2030 merupakan kelompok usia lanjut, yang memerlukan antisipasi dalam pengelolaannya.
"Para pengambil kebijakan dan profesional tenaga kesehatan negeri ini perlu sensitif, untuk mampu mengadopsi dan beradaptasi dengan cepat sehingga bisa menghasilkan inovasi disrupsi dalam memecahkan berbagai permasalahan besar bonus demografi," kata Budi di Jakarta, Senin (8/7).
Budi menyinggung tentang langkah Pemerintah Malaysia yang melakukan Studi Kohort secara masif dan terstruktur terhadap lebih 100 ribu penduduknya untuk mengindentifikasi faktor risiko berbagai penyakit degeneratif. Dia menjelaskan, studi itu dipimpin oleh Universitas Kebangsaan Malaysia dan diberi judul For the Future of Malaysia.
"Melalui studi ini, negara Malaysia akan mendapatkan pola dan algoritma faktor risiko penyakit degeneratif pada penduduknya sehingga mereka dapat melakukan intervensi dini untuk menghasilkan generasi masa depan yang unggul serta menghemat pembiayaan kesehatan," kata wakil direktur Indonesian Medical Education Research Institute (IMERI)FKUI Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo ini.
Dia melanjutkan, Singapura sudah lebih dulu menerapkan konsep big data dan precision medicine dalam program asuransi nasionalnya. Sebagai contoh, yaitu pada pemberian obat antiepilepsi berbasis genetik yang menghindari inefektivitas fenitoin akibat resistensi. "Pendekatan ini dapat menghemat belanja kesehatan Singapura hingga jutaan dolar," kata guru besar termuda bidang kedokteran ini.
Amerika Serikat melalui Harvard University, menurut Budi, begitu getolnya mendidik masyarakat mengenai pemahaman ilmu genetik dan bio informatika pada awam, siswa sekolah dasar, sekolah menengah, maupun mahasiswa. Dia menyebut, berbagai modul edukasi bioinformatika disiapkan oleh Harvard University demi mendidik masyarakatnya agar memahami bagaimana konsep pencegahan penyakit di masa datang.
"Untuk mengakomodasi kemampuan deteksi dini penyakit degeneratif, kita perlu belajar dan memanfaatkan artificial intelligence dalam program penapisan massal, bahkan sejak periode bayi baru lahir, sehingga semua data klinik dan genomik penduduk Indonesia tercatat dalam Kartu Indonesia Sehat," kata Budi.