REPUBLIKA.CO.ID, Menyusuri jalan berliku menanjak ke ketinggian 800 mpdl, membuat perut saya mual dan jantung berdebar. Di sisi kiri adalah jurang sepanjang perjalanan.
Fadlun Saus yang duduk di belakang saya beberapa kali menjerit untuk mengusir rasa takutnya, setiap ada gerakan mobil yang tak terkontrol. Tea Marlini Chandra yang duduk di samping Fadlun (dua teman perjalanan saya dari Jakarta), dan Armansyah Dore (teman perjalanan dari Makassar) yang duduk sendirian di bangku belakang lebih banyak diam. Sesekali mereka bertiga menyibukkan diri dengan cemilan yang dibawa dari Makassar. Saya selalu menolak tawaran dengan alasan perut sedang diaduk-aduk.
Di mobil lain ada teman perjalanan dari Enrekang yang dipimpin Ketua AMAN Massenrempulu, Paundanan Embong Bulan. Pengemudi yang mengantar kami, Harris, terlihat pucat. Berhenti sejenak, ia menyalakan rokok untuk menenangkan diri. ‘’Maaf saya merokok ya, tangan saya keringatan. Ini pertama kali bagi saya ke sini,’’ ujar Harris tak bisa menutupi rasa groginya.
Sekitar dua kilometer sebelum sampai Desa Kaluppini, kami harus turun dari mobil, berganti dengan sepeda motor. Menyusuri jalan rusak menanjak dan berliku dengan sepeda motor. Hmmmm. Di sisi kiri tetap ada jurang.
Kaluppini berjarak sekitar sembilan kilometer dari Enrekang. Tiba di desa, dengan masih menahan debar jantung kami disambut dengan tari pajaga menuju balai pertemuan. Perkenalan sebentar, kami dipersilakan istirahat.