LENGKONG, AYOBANDUNG.COM -- Kota Bandung punya banyak cara memanjakan wisatawan. Kuliner, tempat-tempat bersejarah, dan suasana kota berhawa sejuk menjadi daya tarik utama.
Karena kota ini terletak di kawasan pegunungan, banyak wisatawan, bahkan penduduk setempat, menikmati susu hangat sebagai salah satu pelengkap menu hidangan.
Tak heran, banyak orang berjualan susu murni di beberapa titik di pusat Kota Bandung. Beberapa lokasi yang paling terkenal diantaranya Jalan Dipati Ukur (belakang Monumen Perjuangan), Jalan Pungkur, Jalan Aceh, dan Gasibu.
Biasanya, kedai-kedai itu buka di malam hari. Hawa sejuk malam bertemu dengan hangatnya susu segar beragam rasa, diminum bersama orang-orang terdekat tentu menjadi perpaduan yang pas dan berkesan.
Kini, minuman susu memang lebih populer di kalangan masyarakat berbagai lapisan. Jauh menarik masa ke belakang, susu lebih identik dengan minuman para priyayi yang datang dari budaya para meneer-meneer Belanda.
Dari penelusuran, teknologi pengolahan susu di Bandung dibawa langsung dari Friesland, Belanda, pada abad ke-20. Friesland dikenal sebagai tempat pengolahan susu terbaik dengan induk-induk sapi perah jenis unggul berasal.
Bicara sejarah susu di Kota Bandung tak akan lepas dari peran keluarga Ursone, orang-orang berkebangsaan Italia yang datang ke Tatar Priangan pada tahun 1880.
Ia mendirikan perusahaan susu di Lembang bernama Lembangsche Melkerij “Ursone” pada tahun 1895. Ada pula perusahaan milik Hirschland dan Van Zijll bernama “Generaal de Wet Hoeve” yang berada di Cisarua.
Sejak saat itu, industri susu di Bandung berkembang cukup pesat. Ribuan liter susu berkualitas tinggi diproduksi setiap harinya. Tercatat hingga tahun 1938, terdapat 22 usaha pemerahan susu di Bandung dengan produksi mencapai 13.000 liter per hari. Susu-susu segar itu kemudian ditampung di “Bandoengsche Melk Centrale” (BMC) atau Pusat Susu Bandung.
BMC yang berdiri tahun 1928 menjadi lembaga penyalur susu terbesar se-Priangan yang mendistribusikan berbotol-botol susu ke pelosok wilayah.
Lembaga ini didirikan karena pada masa itu, di tengah pesatnya produksi susu, para peternak kesulitan mendistribusikan hasil ternak mereka. Sedangkan susu tak bisa bertahan lama karena dapat terkontaminasi bakteri.
Akhirnya, BMC didirikan di tanah milik Louis Hirschland dan van Zijl. Tak hanya tempat pendistribusian, BMC juga menjadi tempat pengolahan susu dengan sistem yang paling modern. Pada masa itu, BMC sudah mengolah susu dengan sistem pasteurisasi.
Kini, BMC yang berlokasi di Jalan Aceh, tak jauh dari Balai Kota Bandung tetap berdiri dan beralihfungsi sebagai restoran, namun masih menyajikan susu murni sebagai hidangan khasnya. Sebagai produsen susu tertua di Tatar Priangan, BMC masih menyajikan rasa susu yang khas dan berbeda dengan tempat lainnya.
Bangunan BMC juga masih mempertahankan gaya desain aslinya, yakni gaya arsitektur art deco. Meski gedung BMC selesai dibangun pada 1929, akta lahannya baru dibuat pada 1932, yaitu akta Persil Tanah Nomor 1713 dan 1714.
Pada akhir 1980-an, gedung BMC dinyatakan Pemerintah Provinsi Jabar sebagai bangunan cagar budaya. Di Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 7 Tahun 2018, BMC menjadi 1 dari 254 cagar budaya tipe A yang dilindungi di Kota Bandung.