REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masakan khas Indonesia identik dengan rempah-rempah yang beragam, sehingga membuat proses memasak menjadi lebih lama juga rumit. Karena itulah, tak sedikit orang yang memilih menggunakan bumbu kemasan agar lebih cepat dan praktis.
Sayangnya, mereka yang menggunakan bumbu kemasan juga sering menambahkan lagi garam, gula atau bahkan MSG (Monosodium Glutamate/vetsin). Padahal bumbu kemasan tersebut umumnya sudah mengandung MSG.
"Kalau sudah menggunakan bumbu racik saya kira tidak usah ditambah lagi MSG. Karena dalam bumbu itu juga sudah mengandung MSG," kata Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinis Indonesia Prof Nurpudji A Taslim, dalam diskusi tentang penggunaan penyedap rasa di kawasan Gunawarman Jakarta, Rabu (5/2).
Menurut Nurpudji, selama ini masyarakat seringkali lupa membaca dan menelaah kandungan dari bumbu kemasan. Akibatnya kandungan MSG dalam masakan bisa melebihi standar aman yang disarankan.
"Makanya masyarakat perlu sekali diedukasi. MSG penting bagi dikonsumsi, tapi jika berlebihan jadi tidak baik," jelas dia.
Nurpudji menambahkan, asam glutamat yang ada dalam MSG berfungsi sebagai penghubung otak ke seluruh jaringan syaraf dan pengendali fungsi tubuh. Adapun untuk takaran MSG di Indonesia, Kementerian Kesehatan menetapkan dalam Permenkes 722/1988 tentang MSG bahwa takaran yang disarankan hanya 4-6 gram MSG.
Sementara itu, jika mengacu kepada Joint Expert Committee on Food Additivies (JECFA), Komisi Penasehat WHO untuk makanan zat aditif makanan, menetapkan ambang batas MSG hanya sekitar 100 miligram per kilogram berat badan. Jadi jika berat badannya 60 kilogram, maka konsumsi MSG yang disarankan hanya 6 gram per hari.