REPUBLIKA.CO.ID, PHNOM PENH -- Tidak adanya penerbangan langsung dari Indonesia ke Kamboja dan sebaliknya, menjadi kendala utama promosi pariwisata Indonesia di negara tersebut. Duta Besar RI untuk Kamboja, Pitono Purnomo, mengungkapkan alasan mengapa belum ada penerbangan langsung antara dua negara ini.
Pitono mengaku pernah membahas mengenai penerbangan langsung Indonesia-Kamboja bersama sejumlah maskapai penerbangan, seperti Garuda Indonesia, Lion Air, dan Batik Air. Ia menjelaskan, kendala utama adalah load factor atau masalah jumlah penumpang.
"Jadi kalau kita lihat, tidak sebanding. Jumlah turis Indonesia yang berkunjung ke Kamboja sebanyak 50 ribu tiap tahun, sebaliknya dari Kamboja ke Indonesia hanya 5.000 turis per tahun," ujar Pitono saat ditemui Republika.co.id di kantor KBRI Kamboja, di Phnom Penh, Senin (10/7).
Meski demikian, ia tetap mendorong agar ada maskapai yang bisa mencoba membuka rute baru, Jakarta-Phnom Penh atau Siem Reap-Yogyakarta. Menurutnya, percobaan penerbangan bisa terlebih dahulu dilakukan dua kali dalam sepekan, dengan menggunakan pesawat yang tidak terlalu besar.
Selain itu, penerbangan langsung Indonesia-Kamboja juga dinilai efektif untuk mengurangi waktu tempuh perjalanan. Selama ini, Indonesia ke Kamboja telah menghabiskan waktu perjalanan selama delapan jam, karena harus transit beberapa jam. "Saya pernah mencoba penerbangan langsung, di sewa dari sini ke Jakarta, hanya 2,5 jam, jauh sekali bedanya," ungkap dia.
Menurut Pitono, Indonesia juga harus menyadari bahwa warga Kamboja ternyata yang lebih senang bekunjung ke negara tetangganya karena biaya yang lebih murah. Vietnam atau ke Thailand bisa mereka kunjungi dengan biaya transportasi hanya 10 dolar AS.
Untuk masyarakat kelas menengah ke atas yang jumlahnya tidak banyak, mereka lebih tertarik ke Singapura dan Cina yang melakukan promosi sangat gencar di Kamboja. Jepang, Hong Kong, dan Dubai bahkan juga telah memiliki penerbangan langsung ke Kamboja.