Cermati.com, Jakarta - Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kembali muncul. Setelah Bukalapak, Krakatau Steel, dan NET TV, kini giliran perusahaan telekomunikasi Indosat yang merumahkan 677 karyawannya di awal tahun ini.
Itu baru perusahaan besar yang santer terdengar melakukan PHK. Belum perusahaan atau pabrik skala menengah dan kecil. Contohnya PHK besar-besaran di industri tekstil dan rokok di beberapa wilayah, seperti Surabaya, Batam, maupun kota lainnya.
Lalu bagaimana dengan nasib para buruh atau karyawan yang di PHK?
Selama ini, jika terjadi kasus PHK, maka pihak perusahaan yang bertanggung jawab. Membayarkan pesangon karyawan sesuai masa kerja. Ke depan, selain pesangon, karyawan yang kehilangan pekerjaan akibat kena PHK bakal mendapat jaminan dari pemerintah.
Kok bisa? Tentu saja. Sebab pemerintah sudah menyerahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja ke parlemen. RUU ini masuk sebagai salah satu Omnibus Law, bersama RUU Perpajakan dan RUU Pemberdayaan UMKM.
Jika disetujui DPR dan sah menjadi UU, maka aturan ini disebut-sebut akan meningkatkan kesejahteraan pekerja di Indonesia. Apa saja itu detail RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, khususnya untuk di bidang Ketenagakerjaan? Berikut uraiannya.
Baca Juga: Pencairan Jamsostek - BPJS Ketenagakerjaan 100%, Apa Syaratnya?
Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)
Jaminan kehilangan pekerjaan
Dalam draft RUU Cipta Lapangan Kerja yang dihimpun Cermati.com, pada pasal 46A berbunyi:
- Pekerja/buruh yang di PHK berhak mendapatkan jaminan kehilangan pekerjaan
- JKP diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
“JKP akan diberikan kepada pekerja/buruh yang merupakan peserta BPJS Ketenagakerjaan dan aktif membayar iuran,” bunyi Pasal 46C.
Di Pasal 46D, tertuang manfaat JKP yang akan diterima pekerja yang kena PHK, yakni berupa:
- Pelatihan dan sertifikasi
- Uang tunai
- Fasilitas penempatan.
“Jadi manfaat JKP, pemerintah akan memberikan pelatihan (kerja), memberi uang saku selama 6 bulan, serta penempatan bekerja. Ini khusus bagi karyawan yang perusahaannya bangkrut atau kena PHK (bukan karena tindak kriminal) dan aktif membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam keterangan resminya.
Kena PHK, Pesangonnya Dapat Segini
Besaran pesangon yang diterima pekerja jika kena PHK
Jika pekerja di PHK (tidak melakukan tindak pidana atau kriminal), perusahaan wajib membayar pesangon. Besarannya:
- Masa kerja kurang dari 1 tahun = 1 bulan gaji
- Masa kerja 1 tahun, tapi kurang dari 2 tahun = 2 bulan gaji
- Masa kerja 2 tahun, tapi kurang dari 3 tahun = 3 bulan gaji
- Masa kerja 3 tahun, tapi kurang dari 4 tahun = 4 bulan gaji
- Masa kerja 4 tahun, tapi kurang dari 5 tahun = 5 bulan gaji
- Masa kerja 5 tahun, tapi kurang dari 6 tahun = 6 bulan gaji
- Masa kerja 6 tahun, tapi kurang dari 7 tahun = 7 bulan gaji
- Masa kerja 7 tahun, tapi kurang dari 8 tahun = 8 bulan gaji
- Masa kerja 8 tahun atau lebih = 9 bulan gaji.
Formula lain, jika pekerja di penjara karena melakukan tindak pidana, perusahaan tidak wajib membayar gaji. Tapi wajib memberi bantuan kepada keluarga pekerja yang menjadi tanggungan. Ketentuannya:
- Untuk 1 orang tanggungan = 25% dari gaji
- Untuk 2 orang tanggungan = 35% dari gaji
- Untuk 3 orang tanggungan = 45% dari gaji
- Untuk 4 orang tanggungan atau lebih = 50% dari gaji.
*Bantuan diberikan maksimal 6 bulan terhitung sejak hari pertama pekerja ditahan
*Perusahaan dapat mem-PHK pekerja tersebut setelah 6 bulan tidak bekerja karena dalam proses perkara pidana
*Bila pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 bulan berakhir, dan pekerja dinyatakan tidak bersalah, perusahaan wajib mempekerjakannya lagi.
Baca Juga: 5 Fakta Kartu Pra Kerja buat Pengangguran, Nomor 3 Paling Ditunggu
Bonus hingga 8 Kali Gaji
Bonus hingga 8 kali gaji
“Pemanis” lain untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja, disebutkan dalam RUU Cipta Lapangan Kerja, yaitu berupa bonus atau uang penghargaan. Besarannya dilihat dari masa kerja.
Bonus atau uang penghargaan diberikan dengan ketentuan:
- Masa kerja kurang dari 3 tahun = bonus 1 kali gaji
- Masa kerja 3 sampai kurang dari 6 tahun = bonus 2 kali gaji
- Masa kerja 6 tahun sampai kurang dari 9 tahun = bonus 3 kali gaji
- Masa kerja 9 tahun sampai kurang dari 12 tahun = bonus 4 kali gaji
- Masa kerja 12 tahun sampai kurang dari 15 tahun = bonus 5 kali gaji
- Masa kerja 15 tahun sampai kurang dari 18 tahun= bonus 6 kali gaji
- Masa kerja 18 tahun sampai kurang dari 21 tahun = bonus 7 kali gaji
- Masa kerja 21 tahun atau lebih = bonus 8 kali gaji.
*Bonus akan diberikan 1 kali dalam jangka waktu 1 tahun sejak UU Cipta Lapangan Kerja mulai berlaku.
*Ketentuan pemberian bonus ini hanya berlaku untuk perusahaan menengah dan besar yang sudah punya banyak tenaga kerja. Tapi tidak berlaku bagi usaha mikro dan kecil.
Kalau di UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, ketentuan perhitungan uang penghargaan berbeda dengan aturan RUU Cipta Lapangan Kerja berbeda. Pada UU Ketenagakerjaan disebutkan periode masa kerja hingga 24 tahun lebih dengan perhitungan:
- Masa kerja 21 tahun sampai kurang dari 24 tahun = bonus 8 kali gaji
- Masa kerja 24 tahun atau lebih = bonus 10 kali gaji.
Libur Cuma Sehari dalam Seminggu?
Libur cuma sehari dalam seminggu
RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja juga mengatur ketentuan libur atau waktu istirahat bagi pekerja. Disebutkan dalam Pasal 79:
- Waktu istirahat antara jam kerja, minimal setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus menerus. Istirahat ini tidak termasuk jam kerja
- Istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam seminggu.
Jika dilihat dalam UU No. 13/2003 tertulis jatah istirahat mingguan bisa 1 hari untuk 6 hari kerja atau 2 hari untuk 5 hari kerja dalam seminggu. Bagaimana menurutmu?
- Sementara untuk cuti tahunan sama saja, diberikan minimal 12 hari kerja setelah masa kerja 1 tahun.
Buruh Tolak RUU Cipta Lapangan Kerja, Kamu?
Draft RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja sudah disodorkan pemerintah. Sayang, buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak. Alasannya tidak ada kepastian kerja, jaminan sosial, dan pendapatan.
Menolak sih sah-sah saja. Seluruh warga negara Indonesia bebas berpendapat. Yang pasti, anggota dewan akan membahasnya. Kemudian ditetapkan dalam sidang paripurna. Nah bagaimana dengan kamu? Setuju atau ikut menolak?
Baca Juga: Jangan Cuma Kerja Keras Bagai Kuda, Kenali Juga 8 Istirahat dan Cuti Karyawan