REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Banyak novel karya Habiburrahman El Shirazy mengambil setting tempat di luar negeri. Sebut saja, “Ayat-Ayat Cinta”, “Ketika Cinta Bertasbih 1” dan “Ketika Cinta Bertasbih 2” yang berlatar tempat Mesir, “Bumi Cinta” yang bersetting tempat Moskow (Rusia), dan “Api Tauhid” yang berlatar tempat Turki.
“Karena beberapa novel saya mengambil setting tempat luar negeri, ada yang menuduh saya tidak nasionalis,” ungkap Habiburrahman El-Shirazy.
Ia mengemukakan hal tersebut di sela peluncuran dan bedah perdana novel “Ayat-Ayat Cinta 2” di Pondok Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islamy, Leuwiliang, Bogor, Jawa Barat, Kamis (26/11). Acara tersebut dilaksanakan bekerja sama dengan Republika Penerbit.
Terhadap tuduhan tersebut, sastrawan yang dijuluki “Novelis No. 1 Indonesia” itu mengaku punya jawaban. “Tidak semua novel saya menyuguhkan setting tempat luar negeri.
Contohnya “Dalam Mihrab Cinta”, “Cinta Suci Zahrana”, “Di Atas Sajadah Cinta”, semuanya bersetting dalam negeri. Bahkan novel “Ketika Cinta Bertasbih 2”, sebagian isinya mengambil setting dalam negeri,” papar penulis yang akrab dipanggil Kang Abik itu.
Sastrawan yang merupakan alumnus Al-Azhar University Kairo, Mesir itu mengatakan, ia sengaja mengambil setting tempat di luar negeri untuk sebagian novelnya guna menunjukkan ghirah (semangat) seorang Muslim untuk menjadi warga dunia yang hebat, tetapi tetap berpegang teguh pada ajaran agamanya.
“Bahwa sesungguhnya bumi Allah itu luas, karena itulah setting tempat novel saya tidak hanya Indonesia, tapi juga berbagai negara dan kota di dunia,” tuturnya.
Meskipun berlatar tempat luar negeri, kata Habiburrahman, tokoh-tokoh dalam novelnya tetaplah orang-orang Indonesia yang selalu mencintai Indonesia dengan segala kekayaan budayanya.
“Contohnya Abdullah Azam dalam novel ‘Ketika Cinta Bertasbih 1 dan 2’, dia tetaplah seorang Indonesia. Dia bahkan menjadi pengusaha tempe di Kairo, demi membiayai sekolah adik-adiknya di Indonesia,” papar Habiburrahman El Shirazy.