REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Generasi millennial atau orang-orang yang lahir dalam rentang tahun 1980 hingga 2000 kerap mendapat cap generasi instan. Hal ini karena pertumbuhan generasi tersebut beriringan dengan pesatnya kemajuan teknologi. Di Indonesia, terdapat 84 juta orang yang termasuk dalam generasi millennial.
Pada 2020 hingga 2030, menurut perhitungan, Indonesia akan meraih puncak populasi usia produktif yakni 70 persen dari total penduduk. Hal ini yang kerap disebut sebagai bonus demografi. Dari data tersebut, praktisi kreatif dan pendiri OMG Consulting Yoris Sebastian menilai perlu untuk mengamati generasi yang ia sebut akan menjadi pemimpin Indonesia.
Hasilnya, Yoris bersama seorang millennial Dilla Amran, dan lembaga riset Youth Lab kemudian melahirkan buku Generasi Langgas yang bercerita tentang generasi millennial di Indonesia. “Bonus demografi baru bisa dinikmati kalau generasi millennial bisa produktif. Kalau tidak produktif, justru bisa terjadi bencana demografi,” ujar Yoris di Jakarta, Senin (24/10).
Yoris mengaku memilih kata Langgas karena paling relevan dengan perilaku generasi millennial. Langgas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti bebas atau tidak mau terikat.
Meski begitu, kata Yoris, generasi langgas bukan generasi malas dan menyusahkan. Menurutnya, generasi langgas memiliki kekhasan tersendiri. Ia mencontohkan, perbedaan generasi X atau generasi yang lahir pada awal 1960-an hingga akhir 1970-an dengan generasi langgas ketika diberi tugas oleh atasan. Generasi x cenderung akan berusaha mencari solusi untuk menyelesaikan tugas itu sendiri meski tidak diberi petunjuk. Sedangkan generasi langgas justru akan meminta contoh dari atasannya.
Yoris mengatakan, generasi langgas meminta contoh agar pekerjaan lebih cepat selesai. “Itu artinya mereka (generasi langgas) bekerja secara efisien. Mereka berpikir kalau atasannya sudah tahu apa yang harus dikerjakan ya berikan saja contohnya daripada buang-buang waktu lagi,” ujarnya.
Dilla Amran yang merupakan Direktur Bisnis OMG Consulting mengaku, peran generasi langgas akan sangat krusial. Ia mengatakan, Jepang bisa meraih kemajuan karena bisa memanfaatkan bonus demografi pada 1950-an. Berkat sumber daya manusia yang berkualitas, pada 1970-an Jepang menjadi negara dengan kekuatan ekonomi terbesar ketiga di dunia.
“Jadi buku ini ditujukan untuk generasi langgas, tapi bisa juga dibaca terutama siapa pun yang ingin memahami generasi langgas,” ujar Dilla.