Senin 19 Dec 2016 12:22 WIB

Pengaruh Cara Berpakaian Politikus Perempuan dalam Dunia Mode

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Indira Rezkisari
Sejumlah busana yang dulu pernah digunakan mantan PM Inggris Margaret Thatcher.
Foto: EPA
Sejumlah busana yang dulu pernah digunakan mantan PM Inggris Margaret Thatcher.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Margaret Thatcher hingga kini masih dikenang dengan segala gebrakannya. Sempat menduduki jabatan sebagai perdana menteri perempuan pertama sekaligus dengan periode terlama di Inggris, Thatcher sampai-sampai dijuluki dengan sebutan ‘The Iron Lady’ atau ‘Si Wanita Besi’.

Bahkan belum lama ini, Thatcher juga masuk ke dalam kategori wanita paling berpengaruh selama 70 tahun terakhir versi BBC. Karena sosok Thatcher yang memukau tersebut, baru-baru ini, Museum Victoria dan Albert memperkenalkan koleksi gaun dan pakaian yang pernah dikenakan oleh Thatcher.

Museum yang berlokasi di South Kensington ini meluncurkan tiga pakaian ikonik yang dikenakan oleh Thatcher termasuk salah satunya setelan Aquascutum biru berbahan wol yang dipakainya saat menghadiri Konferensi Partai Konservatif di Blackpool pada 1987.

Selain itu, setelan hitam dari beludru rancangan Deida Acero yang ia kenakan dalam prosesi pemakaman sang suami pada 2003 serta sebuah setelan dalam rangka menghadiri peringatan Presiden Amerika Serikat Ronald Reagan juga dimunculkan di museum tersebut.

Menurut dosen sejarah mode di Central St Martin School of Art London, Jane Tynan, cara berpakaian Thatcher merupakan cerminannya dalam berpolitik. “Seperti banyak politikus, dia menciptakan gayanya sendiri yang khas. Dia mengikuti tren sampai batas tertentu tetapi cocok dengan referensi gaya untuk menekankan nilai-nilai konservatif,” jelas Tynan.

Tynan melihat busana-busana yang dikenakan oleh Thatcher menggambarkan sosok wanita karier namun dapat membuat citranya yang tegas tampak lebih lembut dan elegan. Ciri khas busana yang dipakai oleh Thatcher menunjukkan simbol feminitas di masa lalu yang lebih konservatif .

Pada tiga dekade kemudian, cara berpakaian politikus perempuan masih menjadi perhatian dunia seperti yang dikenakan oleh salah satu kandidat dalam pemilihan Presiden AS, Hillary Clinton.

“Pakaian yang dikenakan Hillary Clinton menjadi salah satu bagian penting yang menemani perjalanannya dalam masa-masa pemilihan presiden. Karena Hillary Clinton, Demokrat menjadi identik dengan pant suits,” kata Tynan.

Menurut Tynan, fakta bahwa pakaian dapat mengandung simbol-simbol tertentu dalam politik tidak bisa diabaikan. Lebih jauh, pakaian bahkan bisa memicu perang politik seperti yang dialami Perdana Menteri Inggris yang baru Theresa May.  Theresa May diserang oleh lawan politiknya Jeremy Corbyn karena mengenakan celana kulit mahal, dilansir dari Independent.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement