REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Tokoh adat Minangkabau mengomentari suntiang yang dikenakan artis Sophia Latjuba di Indonesian Fashion Festival beberapa waktu lalu. Pemakaian hiasan kepala perempuan Minang bersama kebaya dengan potongan terbuka karya Anne Avantie dianggap tidak pantas. Hal tersebut bertentangan dengan pakem penggunaan busana dan aksesoris adat Minangkabau yang diharuskan menutup aurat perempuan.
"Kalau memang yang digunakan itu Suntiang, jelas melecehkan masyarakat Minangkabau," kata Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatra Barat, Sayuti Datuak Rajo Panghulu, Ahad (8/4).
Sayuti prihatin dengam kreasi busana yang ditampilkan Anne. Ia menegaskan, suntiang memiliki fungsi penting dalam upacara pernikahan di Tanah Minang. "Penggunaan pernak-pernik dalam adat Minang harus mengikuti falsafah "Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah", yang artinya 'Adat berlandaskan syariat, syariat berlandaskan Kitabullah (Alquran)'.
Sayuti mengingatkan, ragam busana perempuan Minangkabau sudah terbangun selama ratusan tahun. Akumulasi perkembangan budaya ini membuat busana di Minangkabau berlandaskan syariat agama Islam yang menutup aurat bagi perempuan.
Hal serupa juga berlaku untuk busana laki-laki di Sumatra Barat. Sayuti menjelaskan, bentuk dan corak pakaian adat suku Minangkabau pasti tertutup dan tidak ada yang mengumbar aurat.
Berkaca dari kejadian ini, LKAAM meminta Dinas Kebudayaan Sumbar untuk menginventarisasikan seluruh pakaian adat laki-laki dan perempuan, baik pakaian pangulu, datuak-datuak di Luhak Tanah Datar, Luhak Limapuluh Kota, Luhak Agam, ataupun daerah rantau. Ragam pakaian adat Minangkabau tersebut lantas bisa dikelompokkan berdasarkan kepentingannya.
Sayuti juga meminta pemerintah mematenkan seluruh ragam busana Minangkabau. "Kalau tidak, apa yang akan kita gugat. Mereka bisa mengklaim, mereka punya pakaian seperti yang kita punya. Tapi, kalau dasar kita kuat, kita bisa gugat orang-orang yang melecehkan dengan seenaknya mengkomunikasikan pakaian kita dengan pakaian modern," katanya.
Ketua Penasihat Bundo Kanduang Sumatra Barat, Nevi Irwan Prayitno juga telah menyatakan keprihatinannya atas kasus tersebut. Ia menjelaskan, pakaian tradisi Minangkabau tidak boleh dicampur atau dikreasikan dengan bentuk apapun.
"Tak boleh dicampur atau dikreasikan karena setiap busana dari Minang telah berlandaskan filosofi Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah," kata Nevi.
Menindaklanjuti hal ini, Nevi berencana mengajukan somasi kepada desainer bersangkutan. Menurutnya, hal ini dilakukan agar hal serupa tidak terulang dan penggunaan busana adat Minangkabau mengikuti aturan adat yang ada.
"Rencananya, somasi itu akan ditandatangani ketua Bundo kanduang dan seluruh pembina Bundo Kandung di seluruh kabupaten/kota, termasuk Pemprov Sumbar," katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan Sumbar, Taufik Efendi juga menyayangkan kreasi busana yang ditampilkan dalam pagelaran bertajuk 'Sekarayu Sriwedari' pekan lalu. Taufik mengatakan, kreasi busana Minangkabau bisa saja dilakukan namun tidak boleh meninggalkan pakem adat termasuk pernak-pernik yang dikenakan.
"Pakaian perempuannya harus menutup aurat," ujarnya.
Taufik mengatakan, Pemprov Sumatra Barat saat ini memang sedang gencar mengampanyekan penggunaan busana adat Minangkabau. Tercatat sebanyak 200 jenis pakaian Minangkabau yang sudah terdata baik, dan ratusan lainnya masih menyusul.
Polemik soal penggunaan suntiang Minang dalam pagelaran kebaya Anne Avantie bermula dari komentar warganet. Salah satu warganet, Herlina Hasan Basri dalam akun Facebooknya mengunggah empat foto Sophia Latjuba yang mengenakan kreasi antara kebaya dengan sunting Minang. Ia menyayangkan penampilan selebritas ternama Indonesia tersebut yang dianggap menampilkan sunting Minang dengan tidak semestinya.