REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Bisa mencicipi kuliner khas Korea yang maknyus, tanpa khawatir dengan masalah kehalalannya. Itulah salah satu kelebihan yang kini bisa dinikmati pelancong Muslim yang berkunjung ke Negeri Ginseng itu. Di antara hidangan terkenal Korea yang sudah bisa dinikmati dengan halal adalah Sutbul Dakgalbi.
Tanribali --peserta Korea Muslim Educational Trip (Komet) yang digelar Indonesian Islamic Travel Communication Forum (IITCF) pada 21-26 Agustus 2017 -- menilai kuliner asli negeri K-Pop tersebut sangat pas dengan lidah orang Indonesia. Komentar itu disampaikannya usai mencicipi Sutbul Dakgalbi di Restoran Hanouk, di kawasan Chuncheon, Provinsi Gangwon, Korea Selatan.
“Mulai dari cara penyajian, cara memakannya yang unik, sangat cocok dengan lidah Indonesia. Apalagi, makanan itu sudah halal, dan makannya pun pakai nasi,” kata Tanribali yang juga pemilik Luna Amanah Tour dan Travel tersebut, pada hari pertama Komet di Seoul, Korea Selatan, Senin (22/8).
Sutbul Dakgalbi yang secara harfiah berarti ayam panggang tak bertulang, merupakan salah satu hidangan Korea yang banyak direkomendasikan untuk dinikmati. Hidangan ikonik Chuncheon, ini, berupa daging ayam fillet yang dipotong kecil-kecil, yang disajikan di atas meja berpemanggang kawat. Potongan daging ayam yang telah melalui proses perendaman khusus itu biasanya dipanggang di atas arang bersama potongan jamur serta irisan bawang putih.
Selanjutnya, letakkan potongan ayam matang yang smoky dan lembut tersebut di sehelai daun selada bersama irisan bawang bombay, nasi putih, dan bumbu yang mirip sambel, lalu wrap menjadi satu dengan daun selada. Selanjutnya... hap, Anda bisa langsung menyantapnya. Selain ayang panggang, yang sedap, jamur panggangnya pun legit, demikian pula dengan Kimchi yang merupakan menu wajib di Korea.
Rasa Sutbul Dakgalbi, menurut sebagaian besar peserta Komet, sungguh maknyus dan kompatibel dengan lidah Indonesia. Tak heran bila beberapa peserta Komet minta tambah nasi dan daging ayam dan melanjutkan ber-barbeque. Sejumlah peserta Komet bahkan sengaja membawa sambel agar bisa lebih dalam menikmatinya. “Kalau makanannya begini, cocok sekali dengan lidah kita,” kata Dadang Khoerudin dari PT Mihrab Qalbi.
Tatyana Aditha Lee, tour guide lokal di Korea Selatan, yang meng-handle 30-an peserta Komet, mengatakan para pelancong Muslim kini sudah bisa menikmati berbagai makanan bercita rasa asli Korea, karena berbagai restoran Korea sudah menyediakan friendly halal food. Kondisi ini berbeda dengan beberapa puluh tahun sebelumnya, di mana pelancong Muslim sangat kesulitan mendapatkan makanan halal.
“Dulu, kalau mau melakukan tur, kami biasanya harus jauh-jauh hari pesan lunch box dari resto-resto halal di kawasan Itaewon (lokasi masjid terbesar di Korea Selatan). Masakan yang disediakan resto-resto halal itupun biasanya masakan India, seperti kari, bukan masakan asli Korea. Sekarang, kita sudah bisa menikmati hidangan asli Korea yang halal di resto-resto bertanda halal,” kata wanita asal Indonesia yang biasa disapa Aditha ini.
Tatyana menambahkan, tanda halal pada resto-resto halal di Korea Selatan ada dua macam. Ada yang dipasang sendiri oleh restoran bersangkutan, ada pula yang dari Federasi Muslim Korea (FMK). Menurut penelusuran Republika, tanda halal dari FMK berhuruf Arab berwarna hijau di dalam kubah masjid yang diapit dua menara, dilingkari tulisan Korea Muslim Federation-Halal Committee. Sedangkan, tanda halal lainnya berhuruf Arab dan latin, yang dikelilingi tulisan International Halal Food Council.
Pemilik Restoran Hanouk, Sin Jeong Hae, mengatakan sudah tiga tahun menyediakan Sutbul Dakgalbi yang halal. Dan, semenjak itu pula, restorannya semakin sering disinggahi para pelancong dari Malaysia maupun Indonesia. Mereka umumnya singgah di sana sebelum menyeberang ke Pulau Nami, objek wisata yang menjadi tempat syuting serial drama Korea berjudul “Winter Sonata”. Restoran itu sendiri terletak di seberang dermaga ferry penyeberangan menuju Pulau Nami.
Selain peserta Komet, pada Senin siang, meja-meja di restoran itu memang banyak diisi pengunjung Muslim, terlihat dari busana Muslim yang mereka kenakan. Meski demikian, masih terlihat pula sejumlah warga lokal yang tetap menikmati hidangan di sana. “Menyediakan makanan halal memang tidak mudah, karena tidak sembarang ayam bisa disediakan. Tapi, selama ini semuanya berjalan baik,” katanya.
Untuk menikmati Sutbul Dakgalbi di restoran tersebut, setiap orang dikenakan harga 15 ribu Won, atau sekitar Rp 150 ribu. Harga itu sudah termasuk Kimchi dan berbagai kelengkapan santap lainnya.
Komet digelar 21-26 Agustus 2017. Kegiatan pelatihan yang diadakan oleh IITCF ini diikuti pemilik travel, tour leader, tour planner, mahasiswa dan wartawan.