REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof Dr KH Didin Hafidhuddin mengatakan, pimpinan ormas Islam diminta mengerahkan jamaah untuk ikut serta dalam perjuangan membela negara.
Umat Islam, papar Didin, tidak hanya membela negara, namun juga mempertahankan dan mengisi kemerdekaan dengan program-program untuk menyejahterakan bangsa.
"Tentunya kita ingin bangsa Indonesia menjadi tuan di tanah sendiri," kata mantan ketua umum Baznas itu. Terkait keterkaitan bela negara dengan kemampuan pegang senjata, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Prof Nasaruddin Umar mengatakan, jihad dan patriotisme adalah sesuatu yang berbanding lurus.
"Tidak harus perang, tapi bisa dari berbagai aspek. Tindakan fisik dapat dilakukan kalau memang dibutuhkan untuk membela negara bila dalam keadaan genting," ujar mantan wakil Menteri Agama itu.
Menurut dia, bela negara memiliki banyak subtansi. Yang terpenting, ujarnya, adalah melakukan tindakan yang membela negara dari berbagai tantangan.
Keputusan rapat pleno Dewan Pertimbangan tentang bela negara in akan segera disampaikan kepada Dewan Pimpinan MUI. Selain itu, seluruh ormas Islam yang ikut serta dalam Dewan Pertimbangan MUI dapat menyebarluaskan keputusan itu kepada seluruh umat Islam. MUI juga akan menyampaikan rekomendasinya terkait program bela negara kepada pemerintah.
Din menambahkan, Dewan Pertimbangan MUI akan kembali menggelar rapat pleno ketiga. Dalam rapat lanjutan nanti, kata Din, pihaknya akan membahas isu Negara Islam Suriah dan Irak (ISIS) dan kelompok radikal lain.
Hal itu, kata dia, sebagai upaya klarifikasi dan peningkatan pemahaman kepada seluruh ormas yang tergabung dalam Dewan Pertimbangan MUI."Dipertanyakan mengapa ISIS tidak pernah mendukung Palestina," tegas Din.
Menurut dia, di kalangan umat Islam Indonesia masih ada perbedaan kesimpulan terkait gerakan ISIS. Pihaknya mempertanyakan pihak-pihak yang berada di belakang gerakan ekstrem tersebut.
Pasalnya, hingga saat ini ISIS masih terus bertahan dan terus tumbuh. Din mengatakan, aspirasi dan desakan agar digelar rapat pleno untuk membahas ISIS dan gerakan radikal lain cukup kuat.
MUI, ujarnya, sebelumnya sudah memandang ISIS sebagai gerakan politik yang memanfaatkan dan menyalahgunakan agama untuk kepentingan tertentu.