REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Semaju-majunya negara-negara maju, masih lebih baik Indonesia bila mereka ternyata jauh dari syiar Islam. Hal itu disampaikan seorang ulama asal Rembang, Jawa Tengah, KH Ahmad Bahauddin Nursalim. Sosok yang akrab disapa Gus Baha' itu mengungkapkan alasannya. Sebab, dalam pandangan Allah iman dan Islam itu lebih bernilai daripada perkara-perkara duniawi.
Maka dari itu, santri (almarhum) KH Maimoen Zubair itu mengaku kadang kala menangis terharu ketika mendengar kabar adanya orang- orang Indonesia yang giat berkontribusi untuk dakwah saat mereka merantau di negeri orang.
Gus Baha mengatakan, barangkali tingkat keimanan para perantauan itu biasa- biasa saja. Namun, melalui perannya dalam syiar Islam-seperti mem bangun komunitas masjid di negara minoritas Muslim dan sebagainya-itu membuat mereka lebih baik ketimbang orang yang tinggal di kampung halaman sendiri tetapi tak tergerak hatinya untuk berdakwah.
“Jadi kalau di daerah yang Islamnya sudah sehat agak-agak komplain, kerannya buntu saja sudah geger. Tapi ketika dia di daerah yang tidak ada masjid, (perantau Muslim) berikhtiar untuk bikin masjid,” ujar dai muda tersebut dalam acara bertajuk Musahabah dan Munajat Kebangsaan yang digelar Universitas Ivet Semarang secara virtual, sebagaimana dikutip dari dokumentasi Harian Republika.
Kemapanan yang berlangsung terlalu lama terkadang hanya memunculkan orang-orang yang gemar berkomplain. Bandingkanlah dengan orang-orang yang harus berjuang di luar kampung atau negerinya. Pengibaratan itu juga bisa ditarik secara lebih luas.
Gus Baha menuturkan, pada zaman sekarang banyak orang yang menuntut kepada negara karena merasa negara seharusnya menyediakan kemapanan.
Padahal, lanjut dia, dahulu sebelum negara terbentuk, semua orang justru ingin memberikan harta dan bahkan nyawanya untuk kemerdekaan. Karena itu, ahli ilmu tafsir Alquran tersebut berpesan, semestinya di manapun dan bagaima napun keadaan seseorang, tidak kehilangan semangat untuk ingin memberi.
Rasulullah SAW juga mengingatkan, “Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah.” Hadis tersebut dapat menjadi tuntunan dalam kehiduapn berbangsa dan bernegara yang sehat.
Apalagi, kini banyak problem besar membebani beberapa negara, termasuk Indonesia. Semua rakyatnya ingin mendapatkan sesuatu dari negara, bukan justru berusaha memberikan sesuatu kepada negara.
Kalau semua orang yang pintar, yang bodoh, setengah-pintar, hubungannya dengan negara ingin mendapatkan (sesuatu), maka negara bisa keteteran. Tapi kalau hubungamnya ingin memberi, insya Allah semuanya akan selamat, ucap unsur Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu.
“Intinya agama ini menitikberatkan supaya, kalau bisa, hubungan kita dengan orang lain atau dengan negara (didasarkan) ingin memberi, bukan ingin mendapatkan,” imbuhnya lagi.