Selasa 03 Jul 2012 12:40 WIB

Mursi, Islamis, Islamiyun

Ikhwanul Kiram Mashuri
Foto: Republika/Daan
Ikhwanul Kiram Mashuri

oleh: Ikhwanul Kiram Manshuri

Sejak kemenangan partai-partai Islam di beberapa negara Arab pascaaksi revolusi rakyat (media Barat sering menyebutnya Arab Spring), muncul istilah-istilah baru di kalangan media dan pengamat. Antara lain, Islamist atau Islamis dan Islamiyun. Islamis (Islamist) dipakai media dan pengamat Barat untuk menyebut Islam politik. Yaitu, partai-partai yang dianggap atau dicurigai ingin menerapkan hukum Islam ketika memenangkan pemilihan umum.

Yang menyedihkan, istilah-istilah itu kemudian disontek begitu saja oleh sejumlah media di negara-negara Islam atau negara yang mayoritas penduduknya Muslim. Islamist mereka terjemahkan sebagai Islamiyun. Bahkan, Islamiyun artinya bukan sekadar Islam politik, melainkan juga menjadi Islam pergerakan. Termasuk, yang ingin menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari mereka sebut sebagai Islamiyun.

Dengan begitu, terdapat perbedaan antara istilah Muslim dan Islamiyun. Muslim adalah orang yang beragama Islam. Terlepas apakah mereka hanya Islam KTP, Islam untuk diri sendiri (ritual pribadi), atau Islam sebagai agama yang diterapkan secara menyeluruh. Sedangkan, Islamiyun adalah mereka yang berusaha dan mencoba untuk menerapkan Islam secara kafah (sempurna/ menyeluruh), baik untuk pribadi, keluarga, masyarakat, mau pun bangsa dan negara.

Bagi saya Islam ya Islam. Orang Islam ya orang Islam. Sama saja apakah disebut Muslim atau Islamiyun. Bukankah setiap orang Islam berkewajiban menyampaikan walaupun satu ayat kepada orang lain? Lalu, apa hubungannya dengan Mursi? Mursi yang saya maksud adalah Mohammad Mursi. Ia adalah presiden pertama Mesir yang terpilih secara demokratis.

Ia resmi menjadi presiden Mesir sejak Sabtu (30/6) setelah dilantik di depan Mahkamah Agung. Ia berasal dari Partai Kebebasan dan Keadilan (FJP) yang merupakan sayap politik Ikhwanul Muslimin. Masyarakat Mesir menyebut bahwa Mursi merupakan presiden pertama Republik Arab Mesir Kedua.

Masa sebelum Mursi mereka menyebutnya sebagai Republik Arab Mesir Pertama. Periode ini berlangsung sejak tumbangnya Raja Faruk dan bebasnya dari penjajahan Inggris hingga kejatuhan Presiden Mubarak sekitar 1,5 tahun lalu.

Sepanjang periode tersebut, yakni dari 1952 hingga Februari 2011, Mesir mengalami pergantian empat presiden yang semuanya dari militer, yaitu Mohammad Najib, Jamal Abdul Nasir, Anwar Sadat, dan Husni Mubarak. Dalam rentang waktu hampir 60 tahun itulah, juga merupakan masa penantian dan sekaligus perjuangan Ikhwanul Muslimin untuk mencapai kekuasaan.

Kalau dihitung sejak berdirinya Ikhwanul Muslimin, rentang waktu penantian dan perjuangan itu sepanjang 80 tahun. Lawan-lawan politik Ikhwanul Muslimin bukan hanya rezim penguasa Jamal Abdul Nasir, Anwar Sadat, dan Husni Mubarak, melainkan juga media dan pengamat.

Terutama, dari luar negeri. Ketika muncul musim aksi revolusi rakyat di sejumlah negara Arab, termasuk di Mesir, para pengamat dan media Barat mulai menggunakan istilah Islamis untuk kelompok orang atau partai yang memperjuang kan Islam.

Di Mesir, Ikhwanul Muslimin dan kelompok Salafi serta partainya, An Noor, mereka sebut sebagai Islamis. Begitu juga dengan tokoh-tokoh dan pemimpin partai Islam. Termasuk, Presiden Mursi yang juga mereka sebut sebagai Islamis. Istilah Islamis kemudian juga diikuti oleh media-media di Timur Tengah, termasuk media Arab Saudi dan Mesir sendiri. Mereka menerjemahkan istilah itu dengan Islamiyun.

Yang patut disayangkan, penggunaan istilah tersebut disertai dengan nada negatif. Misalnya, mereka menyatakan kekhawatirannya bahwa Mursi dan Ikhwanul Muslimin akan membawa Mesir menjadi seperti Iran, Pakistan, atau Afghanistan. Bahkan, seperti Somalia, sebuah negara Islam di Afrika yang sangat miskin. Bukan hanya dari media, di dalam negeri, partai-partai Islam di Mesir juga mengalami perjuangan yang berat.

Dengan telah dilantik sebagai presiden, tantangan Mursi bukan berarti lebih ringan. Bukan hanya Mursi, melainkan juga perjuangan orang-orang Islam lainnya. Tantangan yang paling berat bukan dari orang luar yang non- Muslim, melainkan justru dari orang Islam sendiri.

Dari orang-orang yang menyatakan sebagai Muslim, namun alergi bila ajaran Islam ditegakkan secara konsekuen dan konsisten. Terbukti dengan penggunaan istilah Islamis dan Islamiyun dengan nada negatif tadi. 

sumber : resonansi
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement