JAKARTA -- Silang pendapat ihwal perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia kembali menyeruak. Ini tak lepas dari kabar yang beredar di tataran publik bahwa pemerintah telah memperpanjang masa bakti Freeport yang baru berakhir pada 2021. Padahal, pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) hanya menyatakan dukungan kepastian investasi kepada perusahaan tambang mineral asal Amerika Serikat tersebut.
Dimintai tanggapan perihal perpanjangan kontrak karya Freeport, pengamat energi Bemby Uripto menilai seharusnya pemerintah mengikuti landasan hukum yang ada. Pasalnya, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, perpanjangan kontrak Freeport baru bisa dilakukan dua tahun sebelum kontrak karya (KK) pungkas atau 2019.
"Saya kira aturan sekarang memang kan begitu. Masih belum bisa untuk melakukan perpanjangan jauh hari sebelumnya. Ikuti saja," ujarnya, Senin (12/10). Menurut Bemby, jika perpanjangan KK dilakukan sekarang, akan bertentangan dengan peraturan yang ada. "Ini harus dipikirkan lebih lanjut," katanya.
Kementerian sedang memproses setidaknya 11 peraturan untuk disesuaikan. Salah satu aturan yang akan dideregulasi adalah perubahaan keempat PP No 23/2010. Menteri ESDM Sudirman Said menjelaskan, kementerian telah merampungkan seluruh usulan untuk dideregulasi.
Hingga saat ini, proses deregulasi tengah berada dalam tahap finalisasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Salah satu poin penting dalam deregulasi ini dimaksudkan untuk menyesuaikan aturan terhadap kendala perpanjangan KK Freeport. Sebab, perpanjangan KK hanya bisa dilakukan dua tahun sebelum KK selesai.
Sudirman menargetkan revisi aturan ini akan kelar pada Oktober ini. "Mudah-mudahan (bulan ini)," ujarnya. "Saya kira kantor Kemenko Perekonomian sedang menyisir seluruh regulasi supaya pada waktu keluarkan aturan baru tidak ada aturan yang berhubungan," katanya.
Saham Freeport
Meskipun pemerintah telah memberikan dukungan dalam wujud kepastian investasi, Freeport masih harus melunasi sejumlah utang kepada pemerintah sebelum dapat memulai negosiasi perpanjangan KK. Salah satunya adalah kewajiban divestasi. Paling lambat pada 14 Oktober 2015, Freeport sudah harus menawarkan sahamnya kepada pemerintah.
Kemudian, sebesar 10,64 persen saham akan kembali didivestasikan. Setelah itu, 10 persen saham berikut akan didivestasikan pada Oktober 2019. Saat ini, pemerintah baru memiliki 9,36 persen saham perusahaan tambang mineral asal AS tersebut.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot menyebut kementerian masih melakukan negosiasi perihal divestasi saham Freeport. "Kita masih negosiasi, khususnya soal kewajiban keuangan. Kita masih melakukan diskusi dengan Freeport," ujarnya.
Kementerian ESDM pun sedang menggodok Peraturan Menteri ESDM yang akan mengatur pihak mana saja yang berhak mengambil alih saham Freeport hasil divestasi. Beleid ini pun akan menjawab apakah penawaran saham perdana dilakukan ke publik (initial public offering/IPO) atau tidak.
VP Corporate Communication PT Freeport Indonesia Riza Pratama mengaku Freeport lebih memilih skema IPO. Opsi ini sebetulnya menjadi urutan terakhir dalam proses divestasi saham Freeport.
Hanya saja, untuk opsi IPO, belum ada landasan hukum bagi Freeport untuk melakukannya. "Landasan hukum belum ada untuk IPO. Tapi, kami lebih memilih IPO karena lebih transparan dan akuntabel," katanya.
ed: muhammad iqbal