Mata pria itu masih menerawang. Dia mengenang kejadian 20 tahun lalu saat pertama kali mengucap janji setia untuk menikah dengan istrinya. Warga Desa Sliyeg, Blok Baramajaya, Kecamatan Sliyeg, itu menikah tanpa dihadiri penghulu. Dia dinikahkan di bawah tangan oleh pembantu pegawai pencatat nikah (P3N) yang lazim disebut lebe.
Selama 20 tahun itu, dia tidak memiliki buku nikah. Padahal, dia mengaku sudah membayar Rp 60 ribu kepada lebe setempat untuk mengurus buku nikah ke KUA. Namun, setiap kali ditanya soal buku nikah tersebut, sang lebe selalu menjawab belum jadi. "Ya sampai sekarang buku nikah yang dijanjikan lebe itu tidak pernah ada," keluh Sutarno. Lebe itu sekarang sudah wafat. Sutarno pun kesulitan untuk mengurus buku nikahnya.
Sampai pekan lalu, Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Indramayu menghelat pernikahan gratis. Semua pasangan yang mendaftar akan mendapatkan buku nikah dengan cuma-cuma. Kesempatan ini pun tak disia-siakan Sutarno. Bersama sang istri, Sutarno mendaftar dan menjadi sah di mata negara.
Di Kabupaten Indramayu, jumlah kasus seperti Sutarno mencapai ratusan. Ratusan pasangan suami istri masih menikah secara siri. Ketua PA Kabupaten Indramayu Anis Fuadz menyebutkan, sepanjang 2014, pasangan suami istri yang menikah secara siri mencapai kurang lebih 200 pasangan. Hal itu diketahui saat mereka mengajukan isbat nikah ke PA.
"Angka ini cukup tinggi," ujar Anis, Kamis (21/8). Anis menjelaskan, tingginya angka pernikahan siri disebabkan keengganan pasangan pengantin untuk mengurus berbagai keperluan pernikahan yang resmi. Mereka berpendapat, pernikahan sudah sah jika telah memenuhi ketentuan agama, seperti adanya wali, saksi, dan mahar.
"Jadi, mereka tidak mau repot, ingin yang simpel saja," terang Anis. Selain itu, lanjut Anis, adanya penipuan oleh pihak ketiga juga turut menjadi penyebab tingginya pernikahan siri. Menurut dia, sering kali pasangan pengantin menyerahkan pengurusan pencatatan pernikahan di KUA kepada pihak ketiga. Pasangan pengantin itu bahkan sudah menyerahkan sejumlah uang kepada pihak ketiga tersebut.
Namun, ternyata pihak ketiga itu tidak melaksanakan tugasnya. Uang dari pihak pasangan suami istri (pasutri) itu tidak digunakan untuk mengurus administrasi pernikahan di KUA. "Uang yang telah dibayarkan kepada pihak ketiga itu tidak sampai ke KUA hingga akhirnya buku nikah tidak keluar. Pasutri yang telah membayar jadi dirugikan," kata Anis.
Anis berharap setiap pasangan yang akan menikah harus mencatatkan pernikahannya secara resmi di mata hukum dan negara. Hal itu penting demi kepastian identitas anak yang lahir dari pasangan tersebut. Dia menyatakan, anak yang lahir dari pasutri yang menikah siri tidak bisa memiliki akta kelahiran.
Selain itu, pernikahan resmi yang dibuktikan dengan kepemilikan buku nikah juga bisa memberikan jaminan kepastian hukum bagi kedua belah pihak. Hal itu terutama bagi pihak istri yang tidak bisa menuntut haknya dari sang suami tanpa adanya bukti buku nikah.
Sekda Kabupaten Indramayu Ahmad Bachtiar mengatakan, pernikahan siri termasuk kegiatan yang bisa terancam hukuman pidana dengan kurungan dua tahun penjara. Dia pun mengimbau agar setiap pasangan pengantin mencatatkan pernikahannya secara resmi yang dibuktikan dengan kepemilikan buku nikah.
"Pernikahan siri akan berdampak kepada anak-anak nanti. Mereka tidak bisa memiliki akta kelahiran," terang Bahtiar. Dia menambahkan, Pemkab Indramayu telah mengupayakan agar pasutri yang menikah siri bisa memperoleh buku nikah melalui kegiatan isbat massal secara gratis di PA. Hal itu seperti yang telah dilaksanakan pada Jumat, 15 Agustus 2014.rep:lilis sri handayani ed: a syalaby ichsan