REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memeriksa dua orang saksi dalam penyidikan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP-elektronik/KTP-e) untuk tersangka Setya Novanto. Dua saksi yang direncanakan diperiksa itu merupakan karyawan swasta, yaitu Made Oka Masagung dan Muda Ikhsan Harahap.
"Dua orang itu diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Setya Novanto (SN)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu (26/7).
Sebelumnya, KPK telah mengonfirmasi soal pertemuan yang berkaitan dengan proses perencanaan dan penganggaran terhadap mantan Staf Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Yosef Sumartono. KPK pada Selasa (25/7) memeriksa Yosef Sumartono sebagai saksi untuk tersangka Setya Novanto (SN).
"Secara umum saksi ditanya berkaitan dengan rentetan peristiwa. Peristiwa itu bisa pertemuan-pertemuan, itu bisa saja pertemuan yang formal atau informal berkaitan dengan proses penganggaran dan perencanaan KTP-e," kata Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di gedung KPK, Jakarta, Selasa (25/7).
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP-e Tahun 2011-2012 pada Kemendagri. KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seorang lagi sebagai tersangka.
"KPK menetapkan saudara SN (Setya Novanto) anggota DPR RI periode 2009-2014 sebagai tersangka karena diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya atau jabatannya sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp 2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp 5,9 triliun dalam paket pengadaan KTP-e pada Kemendagri," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di gedung KPK Jakarta, Senin (17/7).
Setnov disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya, Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta pada Kamis (20/7) juga telah menjatuhkan hukuman penjara tujuh tahun kepada mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman dan lima tahun penjara kepada mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kementerian Dalam Negeri Sugiharto dalam perkara korupsi proyek pengadaan KTP elektronik.