REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memanggil redaksi Metro Tv terkait penyiaran acara 'Apel Siaga Perubahan' Partai Nasdem. Acara berdurasi 2.5 jam yang ditayangkan secara langsung pada Ahad (23/2) kemarin diduga melanggar Undang-Undang Penyiaran.
Komisioner KPI Rahmat M Arifin mengatakan, pemanggilan redaksi Metro TV dilakukan untuk meminta klarifikasi. Atas pengaduan masyarakat yang masuk ke KPI menyangkut penayangan acara yang digelar di Gelora Bung Karno tersebut.
"Ada dugaan pelanggaran penyalahgunaan lembaga penyiaran oleh pemiliknya. Dalam kasus ini, keterkaitan petinggi yang menjabat ketua umum Partai Nasdem (Surya Paloh) yang juga berstatus sebagai pemilik Metro TV," kata Rahmat di kantor KPI, Jakarta, Rabu (26/2).
Berdasarkan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) pada Pasal 11 disebutkan lembaga penyiaran tidak boleh dimanfaatkan oleh pemilik dan kelompoknya. Selain itu, Metro TV juga menyalahi Pasal 46 (10) UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Pasal ini menyebutkan, siaran dari lembaga penyiaran dilarang dibeli siapa pun untuk kepentingan apa pun, kecuali untuk siaran iklan. Artinya, ada dugaan pemanfaatan oleh pemilik Metro TV untuk kepentingan Partai Nasdem. KPI, lanjut dia, mengklarifikasi apakah acara tersebut diliput karena memiliki nilai berita. Lalu, apakah acara itu ditayangkan secara langsung karena memiliki nilai komersil.
"Kami juga menanyakan kenapa ditayangkannya lama sekali, 2.5 jam. Dari pukul 15.00 sampai dengan pukul 17.30," ujar Rahmat.
Setelah bertemu dengan pimpinan redaksi dan direktur pemberitaan Metro TV siang tadi, menurut Rahmat, KPI akan membahas lebih lanjut dugaan pelanggaran tersebut. Melalui rapat pleno, akan diambil kesimpulan apakah penayangan Apel Siaga tersebut melanggar UU Penyiaran atau tidak.
Jika terbukti melanggar, KPI akan menjatuhkan sanksi administrasi berupa teguran, penghentian program, hingga pengurangan durasi siaran. Sanksi berupa denda baru dijatuhkan jika kasus tersbeut dibawa ke pengadilan negeri.
"Kami plenokan dulu. Ini sama seperti kasus pemanggilan pemilik beberapa televisi yang juga menjabat petinggi partai beberapa waktu lalu, seperti Aburizal Bakrie yang memiliki ANTV, TV one dan Hary Tanoesudibjo pemilik RCTI dan Global TV," jelas Rahmat.