Rabu 21 Jan 2015 20:49 WIB

Permen Perlindungan PRT Butuh Kajian Mendalam

Rep: C81/ Red: Bayu Hermawan
 Pekerja rumah tangga (PRT) yang tergabung dalam Komite Aksi Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan Buruh Migran melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR\MPR, Jakarta, Senin (13/1).  (Republika/Agung Supriyanto)
Pekerja rumah tangga (PRT) yang tergabung dalam Komite Aksi Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan Buruh Migran melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR\MPR, Jakarta, Senin (13/1). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, SERANG -- Pemerintah Provinsi Banten mengatakan butuh kajian mendalam untuk menerapkan Peraturan Menteri (Permen) no 2 tahun 2015 tentang perlindungan terhadap Pembantu Rumah Tangga (PRT).

Menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Banten, Hudaya Latuconsina pembahasan penerapannya sangat berbeda antara hubungan kerja dengan perusahaan dan pembantu rumah tangga.

"Dalam konteks perlindungan ini memang sedikit rumit ketika berbicara seperti yang diatur permen tersebut," katanya kepada Republika, Rabu (21/1).

Karena untuk menopang aktifitas PRT produktif, jaminannya harus terlayani dengan baik. Jaminan tersebut meliputi, Perlakuan Tempat, Jaminan sehari-hari seperti kesehatan, akses beribadah.

 

"Yang paling penting adalah bagaimana PRT terhindar dari sasaran, dampak yang terjadi yang disebabkan konflik rumah tangga," ujarnya.

Namun, Hudaya mengatakan yang lebih rumit untuk dikaji adalah bagaimana menentukan upah untuk para PRT. Sebab tidak mungkin jika disamakan dengan pendekatan UMK. "Karena jika dihitung mungkin PRT bisa lebih," ucapnya.

 

Karena, biasanya PRT menerima gaji sudah tidak ada lagi beban hidup yang ditanggung, minimal dirinya sendiri. Karena, lanjut Hudaya, meski tidak semuanya seperti itu, tetapi kebanyakan PRT sudah mendapatkan tempat tinggal bersama pengguna jasanya serta memakan makanan seperti yang dimakan oleh sang pengguna jasanya. Bahkan, kesehatan serta kebutuhan primernya biasanya sudah sama dengan pengguna jasa.

 

"Makanya butuh perhitungan yang hati-hati, karena permen tersebut tidak menghitung secara detil terkait upah tersebut. Namun butuh standar khusus, nanti akan kita hitung, tapi pendekatannya nanti tidak akan sama dengan konteks kebutuhan hidup layak sebagaimana menentukan upah minimum," jelasnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement