REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Keadilan Sejahtera Mustafa Kamal menuturkan, kebijakan menaikkan anggaran Tunjangan Hari Raya (THR) dan gaji ke-13 bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) memang sulit dijauhkan dari unsur politik. Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Fadli Zon juga menilai keputusan tersebut dinilai politis.
"Kita sulit menghindari tafsir itu (terkait dengan politik). Khususnya untuk Pilpres 2019. Apalagi persaingannya juga semakin tajam," ujar dia di kantor DPP PKS, Kamis (24/5).
Apalagi, lanjut Mustafa, selama ini pemerintah sering menyampaikan wacana soal penghematan anggaran di semua lini. Karena itu, menurutnya, menjadi janggal ketika pemerintah tiba-tiba pada tahun ini menaikkan anggaran THR dan gaji ke-13 PNS.
"Logika yang berkembang kan penghematan anggaran. Jadi hampir keseluruhan yang dikembangkan oleh pemerintah itu penghematan, terkecuali ini (THR dan gaji ke-13 ASN)," ungkap dia.
Mustafa juga mengkhawatirkan, kenaikan tersebut justru akan menimbulkan ketidakadilan di kalangan ASN sendiri. Sebab, eselon tingkat atas akan mendapatkan porsi kenaikan yang lebih besar ketimbang ASN yang masih di tingkat bawah.
"Di beberapa institusi sektor keuangan dan perpajakan, jumlahnya bisa jadi fantastis, kelipatannya sama tapi di tingkat bawah itu masih tetap di rata-rata. Jadi ada ketidakdilan," tutur dia.
Pemerintah akan menaikkan anggaran THR dan gaji ke-13 bagi PNS, Polri dan TNI hingga 69 persen. Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Asman Abnur mengatakan, anggaran THR dan gaji ke-13 PNS ini diberikan karena pemerintah menilai kinerja aparatur sipil negara (ASN) makin baik.
Asman menganggap kenaikan THR dan gaji ke-13 tersebut sebagai hadiah dari pemerintah. "Karena hasil LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) itu naik signifikan luar biasa. Berarti sekarang program dan kegiatan sudah nyambung. Jadi manfaat dari sebuah anggaran sudah bisa dirasakan sekarang," kata dia.