REPUBLIKA.CO.ID, Memberikan imunisasi ke anak masih menjadi kontroversi bagi orang tua. Sejumlah orang tua menganggap pemberian imunisasi tidak alami dan imunisasi berkaitan erat dengan autisme.
Laporan terbaru dari University of Sydney, seperti dikutip dari news.com.au, bisa menyelesaikan kontroversi tersebut. Berdasarkan studi mereka ditemukan tidak ada kaitan antara pemberian vaksinasi dengan autisme.
Studi yang dilakukan universitas memeriksa tujuh data dari 1,25 juta anak dan menemukan tidak ada bukti yang menyokong hubungan antara pemberian imunisasi yang standar, seperti untuk cacar, gondong, rubella, difteri, tetanus, hingga flu, dengan autisme.
Peneliti senior Guy Eslick dari Sydney Medical School, mengatakan ia terinspirasi melihat isu ini lebih lanjut setelah menonton sebuah dokumenter tentang debat medis. ''Ada banyak sekali debat mengenai kemungkinan imunisasi berkaitan dengan perkembangan autisme,'' ujarnya.
Dari data yang dilihatnya terdapatnya konsistensi kurangnya bukti imunisasi bisa dikaitkan dengan autisme. Memberi tidak ada alasan untuk menghindari pemberian imunisasi.
Kaitan imunisasi dengan autisme bermula dari tahun 1998 ketika ahli pencernaan Inggris Andrew Wakefield menerbitkan tulisan berupa hipotesa vaksin cacar, gondongan, dan rubella bisa memicu terjadinya autisme. Tulisan tersebut namun telah didiskredirkan dan ditemukan sebagai palsu. Pada tahun 2011, ahli farmasi Dr Dennis Flaherty menyebut temuan Wakefield sebagai kepalsuan medis paling besar dalam 100 tahun terakhir.
Eslick menambahkan, studi yang dilakukannya lebih bertujuan untuk meyakinkan orang bahwa pemberian imunisasi aman. Ia sebelumnya merasa khawatir terhadap merebaknya wabah campak di AS sejak tahun 2000. Hal yang sama juga sempat tampak di Selandia Baru di awal 2012 hingga akhir 2012.
Eslick berharap, studi yang dilakukannya bisa menenangkan lebih banyak orang tua. Memang pemberian imunisasi bukan tanpa risiko, seperti alergi dan kemerahan. Tetapi reaksi tersebut umumnya sangat jarang terjadi.