REPUBLIKA.CO.ID, Menurut psikolog Wita Mulyani MPsi, selama ini para ibu mengidolakan istilah 'kualitas lebih penting dibandingkan kuantitas'. Padahal, tidak bisa demikian. Bagaimana mungkin kualitas terpenuhi bila waktu pertemuannya sangat minim. Jadi, istilah itu dijadikan pembenaran bagi para ibu yang bekerja.
Namun, bisa dimaklumi kondisi saat ini para ibu harus bekerja. Untuk itu, perlu strategi agar bisa membagi waktu antara pekerjaan dan anak-anaknya. Kunci utamanya, tegas Wita, komunikasi. Selama ibu bekerja, komunikasi jangan sampai putus. Ibu harus menyempatkan diri menghubungi anak-anak. Kalau mereka sudah besar, bisa langsung komunikasi lewat telepon, tanya kegiatan anak-anak, dengarkan apa yang ingin disampaikan anak.
Bagi anak yang masih kecil, walaupun belum bisa bicara, ibu harus tetap menelepon. Minimal menanyakan kepada pengasuh atau orang yang dititipi anak, bagaimana perkembangan anaknya hari ini. Kedua, kedekatan fisik jangan disepelekan. Setiap hari harus ada sentuhan fisik dengan anak. Minimal ibu memandikan anak, menyiapkan, atau memakaikan baju. Momen ini ibu bisa bertatap mata, mengusap-usap punggung anak, mengobrol membuat anak merasa dekat. "Di sini ibu harus berkorban bangun lebih pagi, menyiapkan kebutuhan sendiri. Setelah itu, menyiapkan kebutuhan anaknya,'' papar lulusan S2 Fakultas Psikologi UI ini.
Pulang kerja sempatkan ibu bertemu lagi dengan anak. Jika kondisinya ibu kecapaian, anak juga menjelang tidur, minimal mendengarkan cerita anak atau sekadar mengantarkan ke tempat tidur. Ibu juga perlu komitmen pada dirinya sendiri bahwa weekday digunakan untuk bekerja, tapi weekend bersama anak-anak sepenuhnya.
Bagi ibu yang sering keluar kota atau keluar negeri, harus menitipkan anak-anak pada orang yang tepat. Bisa kepada suami, nenek-kakek, tante, atau saudara. Mereka ini harus dibekali dulu bagaimana mengasuh anaknya. Misalkan, jam segini anak makan, mandi, belajar, tidur, les, dan sebagainya. Dengan begitu, ketika ibunya tidak ada, anak tidak merasa kesepian, apalagi telantar.