REPUBLIKA.CO.ID, Bagaimana caranya seorang ayah non-muslim menikahkan anaknya yang muslim? Salahkah jika ia menikahkan sendiri, padahal dalam ijab terdapat kalimat tauhid atau syahadat? Atau bolehkah si ayah mewakilkan pernikahan itu kepada anak sulungnya yang muslim (dalam keluarga mereka hanya ayah non-muslim hanya si ayah, walaupun ia bersimpati kepada keislaman keluarganya).
Ny A
Pontianak
Jawaban:
Pertama yang perlu saya garis bawahi adalah bahwa ijab dan kabul tidak harus disertai dengan kalimat tauhid atau syahadat. Jelasnya, dalam konteks ijab dan calon suami 'kukawinkan engkau dengan putriku' dan calon suami itu menjawab 'kuterima perkawinannya', maka ijab dan kabul telah memenuhi ketentuan.
Benar, menjadi sangat jika baik ijab dan kabul itu didahului oleh kalimat-kalimat yang menunjukkan kesucian perkawinan, seperti khutbah nikah atau anjuran untuk beristighfar serta membaca dua kalimat syahadat. Namun sekali lagi itu bukan syarat sahnya ijab dan kabul.
Namun demikian, ini bukan berarti ayah yang non-muslim seperti yang Anda tanyakan, boleh menikahkan putrinya yang muslim itu. Sebab dalam pandangan ulama-ulama, tidak sah perwalian seorang yang berbeda agama dengan wanita yang dinikahkannya. Karena itu tidak sah perwalian seorang muslim atas wanita kafir. Tidak juga wali kafir atas wanita muslimah.
Nah, jika wali keadaannya seperti itu, maka hak perwalian berpindah kepada peringkat berikutnya. Peringkat perwalian dalam pandangan mazhab Syafi' adalah: 1) bapak, 2) kakek (ayah bapak), 3) ayahnya ayah bapak, 4) saudara sekandung, 5) dan seterusnya sebagaimana dibahas dalam buku-buku hukum Islam. Yang jelas, jika wali dengan segala peraturan yang ditetapkan tidak ada atau tidak memenuhi syarat, maka pada akhirnya penguasa/KUA yang menikahkannya.