REPUBLIKA.CO.ID, Kunci keharmonisan berumah tangga adalah terpenuhinya hak dan tunainya kewajiban suami serta istri. Hak dan kewajiban pun ketentuannya tidak boleh berlaku timpang, hanya pada satu pasangan. Melainkan harus berjalan ke satu sama lain.
Syekh Muhammad Shalih al-Munjid, dalam artikelnya yang berjudul “Huquq az-Zauwjain” mengatakan, kebosanan semestinya bisa dicegah bila kedua belah pihak kembali ke komitmen awal pernikahan serta saling menjaga terpenuhinya hak dan kewajiban masing-masing.
Ia menjelaskan, diantara hak istri ialah menerima nafkah yang layak dari suami. Kebutuhan itu meliputi sandang, papan, dan pangan. “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan, orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya.” (QS ath-Thalaq [65]: 7).
Dan, istri berhak atas perlakuan yang baik dari suami. Tidak mencela kekurangannya, berkata yang baik, tidak berlaku kasar, dan menghormati jerih payahnya mengurus urusan rumah tangga.
Kesalahan ataupun kekurangan sepele dari sang istri tak lantas mengubur segudang kelebihan yang dimilikinya. Berterimakasihlah kepada istri. Caranya, “Dan bergaullah dengan mereka secara patut.” (QS an-Nisa [4]: 19).
Sang istri juga memiliki kewajiban terhadap sang suami. Yaitu, taat dan memberikan pengabdian yang tulus. “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita).” (QS an-Nisa [4]: 34).
Tuntunan tersebut bisa dilakukan dengan tidak keluar rumah tanpa mengantongi izin suami, melayani kebutuhan suami dengan baik, termasuk tampil cantik di hadapan pendampingnya tersebut. “Intinya, perkokoh keluarga dengan agama,” tulisnya.