REPUBLIKA.CO.ID, MADINAH -- Shalat wajib berjamaah merupakan salah satu amalan yang dianjurkan bagi orang Islam. Ini karena terdapat sejumlah keutamaan yang didapat dari shalat berjamaah daripada shalat sendirian.
Untuk jumlah peserta shalat berjamaah, Syekh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi dalam buknya yang berjudul Minhajul Muslim menyebutkan, jumlah minimalnya adalah dua orang. Satu orang menjadi imamnya, dan orang satunya menjadi makmum.
Lalu, Syekh Abu Bakar menuliskan tentang syarat-syarat dan siapa yang berhak menjadi imam shalat berjamaah. Untuk syarat-syaratnya, di antaranya yaitu laki-laki, adil, dan faqih. Jadi, tidak sah wanita menjadi imam bagi laki-laki.
Hal ini berdasarkan hadis Nabi yang menyebutkan, "Janganlah sekali-sekali wanita dan orang berdosa menjadi imam bagi orang beriman, kecuali jika ia memaksa dengan kekuasaan, atau cambuknya dan pedangnya yang ditakuti." (HR Ibnu Majah).
Berdasarkan hadis ini, masih dalam tulisan Syekh Abu Bakar, wanita bisa saja menjadi imam. Namun, bagi wanita-wanita atau anak-anak.
Kemudian, Syekh Abu Bakar menuliskan siapa yang paling berhak menjadi imam shalat? Dia menuliskan orang yang paling berhak menjadi imam adalah orang yang paling ahli tentang Alquran, kemudian paling tahu tentang agama Allah, kemudian orang yang paling besar ketakwaannya. Selanjutnya, orang yang paling tua usianya, karena Nabi Muhammad bersabda:
"Orang yang berhak mengimami manusia ialah orang yang paling tahu (qari) tentang kitabullah. Jika bacaan mereka sama, maka siapa yang paling tahu tentang sunah. Jika pengetahuan mereka terhadap sunah sama saja, maka siapa di antara mereka yang paling dulu hijrah. Jika hijrah mereka sama, maka siapa di antara mereka yang paling tua usianya." (HR Muslim).
Selama tidak ada penguasa di antara jamaah, dan tidak ada tuan rumah, maka orang yang memiliki kriteria di atas berhak menjadi imam daripada orang lain. Karena, Nabi bersabda:
"Janganlah sekali-kali seseorang mengimami orang lain di rumahnya dan mengimami penguasa kecuali dengan izinnya."