Selasa 22 Jan 2019 16:46 WIB

Setiap Pedagang Iri dengan Shubaib bin Sinan

Keberanian dan keimanannya nan tinggi tak membuatnya gentar.

Ilustrasi kafilah dagang di gurun pasir
Foto: saharamet.org
Ilustrasi kafilah dagang di gurun pasir

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap pedagang menginginkan keuntungan. Sebuah keuntungan yang besar tentu saja. Namun semua pedagang tentu iri dengan perniagaan yang dilakukan oleh Shuhaib bin Sinan RA. Keuntungan dalam perniagaannya diabadikan oleh Allah SWT.

"Dan di antara manusia ada yang sedia menebus dirinya demi mengharapkan keridhaan Allah, dan Allah Maha penyantun terhadap hamba-hambanya." (QS al-Baqarah [2]: 207).Ibnu Abbas RA menyebut turunnya ayat tersebut bersebab peristiwa yang melibatkan Shuhaib.

Shuhaib bukanlah lelaki yang dibesarkan di Jazirah Arab. Ia adalah perantau, seperti Salman Al Farisi dan Bilal bin Rabah. Shuhaib datang dari negeri Romawi. Namun hatinya yang bersih membuat keimanan mudah merasuk dan memimpin hatinya.

Setelah memeluk Islam, Shuhaib hendak mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar RA yang hijrah ke Madinah secara diam-diam. Namun nasibnya tak cukup baik. Ia dikepung pasukan Quraisy.

Baca: Berdagang Cara Efektif Membuka Pintu Rezeki

Keberanian dan keimanannya nan tinggi tak membuatnya gentar. Ia menghardik orang-orang Quraisy dan mengancamnya dengan panah. Lantas, ia menawarkan seluruh hartanya yang tertinggal di Makkah untuk orang-orang yang mengejarnya. Mudah saja ia melepaskan semua harta kekayaannya. Baginya, menyelamatkan iman jauh lebih penting dibandingkan menyelamatkan kekayaan.

Ia pun dilepas dan bisa menyusul Rasulullah SAW di Quba. Waktu itu Rasulullah sedang duduk dikelilingi oleh beberapa orang sahabat, ketika dengan tidak diduga Shuhaib mengucapkan salamnya.

Rasulullah SAW yang melihatnya berseru dengan gembira. Rasulullah SAW pun bersabda, "Beruntung perdaganganmu, hai Abu Yahya. Beruntung perdaganganmu, hai Abu Yahya!"

Sebuah perdagangan yang beruntung. Sebuah persaksian dari Allah SWT dan Rasulullah SAW secara langsung. Tentu semua pedagang akan iri dengan perdagangan yang dilakukan Shuhaib.

Secara materi dalam kasat mata manusia memandang, Shuhaib seharusnya merugi. Ia kehilangan semua harta benda yang ia kumpulkan semasa merantau ke Makkah. Semua sirna. Kini ia tak lagi menyisakan kekayaan.

Ternyata bukan ada atau tidaknya harta sebagai takaran keuntungan. Keuntungan yang besar adalah keuntungan yang diberikan di jalan Allah SWT. Semakin besar keuntungan dibelanjakan di jalan Allah, tentu semakin beruntung pula orang tersebut.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement