Rabu 14 Sep 2011 14:35 WIB

Secercah Pendidikan di Balik Eksotisme Gunung Pancar

SMP Pancar Bhakti yang terletak di lembah Gunung Pancar, Kabupaten Bogor.
Foto: Foto-foto: Dharma Wijayanto
SMP Pancar Bhakti yang terletak di lembah Gunung Pancar, Kabupaten Bogor.

Lahan bebatuan seluas 1200 meter persegi tempatnya berdiri tak membuat SMP Pancar Bhakti, yang terletak di lembah Gunung Pancar, Kabupaten Bogor, mengurungkan niat mewujudkan impian kesejahteraan pendidikan bagi anak-anak desa yang mayoritas di bawah garis kemiskinan.

Sekolah ini berdiri sejak tahun 2007 lalu, berbekal antusiasme orang tua dan semangat belajar anak-anak desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Bogor, untuk menunjukan keinginan berprestasi. Meski dengan minimnya buku dan alat mengajar, tidak tergambar keluh kesah para siswa dalam menimba ilmu pengetahuan.

Bahkan untuk memenuhi dahaga dalam berprestasi, Haji Ujang, selaku kepala Yayasan Pancar Bakhti Prihatin, rela menyisihkan sebagian hasil panen padinya untuk membuat perpustakaan dan membeli kaos sepak bola untuk anak didiknya.

Bersama anaknya, Solihin, selaku pemengang keaungan, dan Jaunuri yang menjabat kepala sekolah dan juga merangkap sebagai guru, ia rela turun gunung untuk mengantar jemput para guru untuk mengajar.

Hal ini mereka lakukan atas dasar kepedulian terhadap kondisi pendidikan yang memprihatinkan di sekitar kawan Gunung Pancar. “Keprihatinan saya terhadap minimnya fasilitas pendidikan muncul ketika melihat anak-anak tetanggga, taraf pendidikannya hanya sampai di tingkat Sekolah Dasar. Bahkan untuk melanjutkan ketingkat SMP mereka harus turun gunung dan menempuh jarak sekitar 20 kilometer naik ojek motor untuk sekolah”, jelas Hj Ujang, saat bercerita di teras rumahnya.

“Untuk satu kali naik ojek saja, biasanya satu anak bisa menghabiskan Rp. 15.000 dalam sehari. Tentu saja hal ini memberatkan para orang tua untuk melanjutkan sekolah anaknya,” tambah Hj Ujang.

Seiring dengan perkembangan dunia pendidikan, Hj Ujang bersama kesepuluh anaknya mulai mendapat bantuan dana dari Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor sejumlah Rp 3,5 juta per tahun. Dana tersebut digunakan untuk membeli kapur tulis dan perawatan sekolah.

Sedangkan untuk guru sendiri, Hj Ujang memberikan uang transport sebesar Rp 350.000 setiap bulannya yang didapat dari hasil pertanian dan penjualan tanaman hias. “Pemberian dana tersebut juga tidak mesti lancar setiap bulannya, tergantung hasil panen,” tambah Hj Ujang.

Kepedulian terhadap dunia pendidikan yang dilakukan Hj Ujang dan anaknya dimulai ketika ada investor yang membangun tempat pariwisata dan tempat penginapan di kawasan Gunung Pancar yang terkenal dengan telaga air panas.

Ironisnya, tidak ada satu pun masyarakat desa yang menjadi pekerja di resor itu. Pekerjanya sendiri sengaja didatangkan dari Jakarta dan Cibinong. Dengan alasan, masyarakat desa tidak membaca dan tidak mampu dalam mengelola tempat pariwisata tersebut.

Hal ini seperti cambukan keras bagi Hj Ujang. Tak ingin berlarut-larut dalam kesengsaraan tersebut, dirinya berusaha membangun sekolah bagi anak-anak di desanya. Agar ke depanya siswa tersebut bisa memberikan sesuatu bagi desanya sendiri.

Hj ujang bersama anaknya terus berusaha dalam mengembangkan sekolah dan mutu pendidikan di tanah kelahirannya, agar para investor asing tidak terus-menerus menjajah masyarakat desa karena warga tidak makan bangku pendidikan.

Dharma Wijayanto

Jl. Raya Bambu Apus Rt 03/03 No. 4, Jakarta Timur

__________________________

Rubrik Jurnalisme Warga memuat tulisan kiriman pembaca. Kirimkan tulisan Anda (mencakup laporan, tips, pengalaman, dan kisah mengenai berbagai hal) beserta foto-foto ke: [email protected]. Tulisan disertai identitas jelas pengirim.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement