Terluka dalam diam tidak dapat menjelaskan,
bukan tak sempat namun tak diberi kesempatan.
Aku berusaha mengerti lukamu yang sungguh tidak sengaja ku toreh,
karena melukaimu hakikatnya adalah menghujam jantungku mengoyak diriku sendiri.
Apakah satu kesalahan harus mengubur demikian dalam kenangan indah yang terjadi?
Apakah maaf kini bukan lagi dinilai sebagai esensi penyesalan yang dalam terhadap kesalahan?
Jika ya, memang demikian.
Maka biarlah waktu yang mengobati luka, dalam keterdiaman ini.
Kau dengan kerasmu yang sesungguhnya membuatku luluh lantak dan terluka.
Menangis dalam senyumku,
menangis dalam tawaku,
menangis dalam ketidakberdayaanku menjelaskan persoalan yang terjadi.
Biar episode kehidupan ini menjadi alur cerita tak tertebak karena endingnya ditentukan oleh marahmu.
Sari Rahmayati