REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Budi Sabarudin*
Tak ada pohon singkong, ubi, jagung
Talas di tubuhmu. Juga kangkung, kentang, lobak, dan wortel
Sekarang kepalamu sudah tak berambut. Tak ada pohon jengkol
Pete atau nangka yang tumbuh untuk kebutuhan makan
Dengan sambal terasi. Atau sekedar berteduh disaat cuaca panas
Aku khawatir, ini pertanda kepalamu sudah tak subur lagi toh?
Cobalah cari pupuk di mesjid-mesjid atau tempat-tempat ibadah
Jangan kau kira berdo’a dan membaca kitab suci itu
tidak membuat jiwamu sehat
Aku pun gregetan ingin segera mencangkul kepala hingga ke dadamu
Agar lebih gembur, meski aku sendiri petani yang tak punya cangkul
Karena sudah ditukar dengan lap-lap atau kesetan hotel,
Apartemen, pabrik, perumahan-perumahan, tempat-tempat hiburan
Atau kubajak saja dengan wuluku dan kerbau
yang aku sewa dari orang-orang Vietnam
Lalu, kutanam benih-benih padi unggul
Dan suatu ketika aku ingin memanennya bersama anak-anakmu,
Cucu-cucumu, dan tentu saja rakyatmu
Aku tak ingin rakyat jelata memamah beras miskin
Bukankah beras miskin itu lebih pantas untuk ayam, kunyuk,
Ulat, bebek, atau bahkan anjing dan babi?
O, kepalamu
Pundakmu
Dadamu,
Bibirmu
Itu bisa kutanam benih-benih unggul dari jenis buah-buahan :
Duren, mangga, anggur, apel, alpukat, semangka, sirsak dari kota hujan
Aku pun bermimpi ingin menjadikan sekujur tubuhmu pohon kelapa
Yang ada di pantai-pantai, sawah-sawah, dan gunung-gunung
Pada batangnya yang kuat kubuat tangga bercoak, tempat kaki ini memanjat
Juga tumbuh bunga-bunga kadaka, tempat burung-burung bertelur dan beranak
Di tanganmu
Di kakimu
Di wajahmu
Di telingamu
Aku menanti bunga-bunga anggrek tumbuh
Lalu kupu-kupu berterbangan di pagi hari
Bermandikan embun
Sedang di matamu, di hatimu, dan di ujung kakimu
Bagaimana jika kutanam saja tumbuh-tumbuhan apotek hidup?
Seperti bawang putih kantil, seledri, dan belimbing untuk obat darah tinggi
Atau babadotan yang daunnya bisa mengobati luka dan bahkan
Borok-borok di pikiran, perasaan, pantat, dan kemaluanmu
Pohon saga dengan daunnya yang hijau mungil-mungil itu
Bisa ditanam untuk mengobati sariawan yang kerap muncul di mulutmu
Daun kapuk atau daun jarak juga bagus
untuk mengobati perutmu yang selalu panas, karena salahmu sendiri
mengapa selalu menerima komisi dari perijinan
Atau pengusaha-pengusaha nakal
Dan kau habiskan komisi itu di restoran-restoran asing
Hingga tak biasa makan di warteg-warteg lagi
“Sekarang jaman serba canggih
Untuk apa pohon, buah-buahan, atau sayur-mayur
Dan apotek hidup?”
‘’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’
“Itu semua bisa dipesan secara online. Semua juga sudah
Serba kalengan.”
‘’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’
“Sampai kapan pun aku tak ingin jadi pohon. Aku jadi beton saja!” katamu.
Tangerang, 23 April 2012
Budi Sabarudin, dilahirkan di desa Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Senang menulis cerpen dan puisi serta naskah drama anak-anak. Karya cerpen dan puisi pernah dimuat di koran lokal dan nasional. Mengelola Sanggar Kancil yang menggarap teater halaman rumah untuk anak-anak. Salah satu cerpennya terangkum dalam antologi cerpenis Mataram-NTB (1998). Kini bekerja sebagai jurnalis.