Jumat 09 Mar 2012 18:19 WIB

Masih Adakah Agama?

Bersatu di tengah keragaman (ilustrasi)
Foto: djibnet
Bersatu di tengah keragaman (ilustrasi)

 

Sedikit yang pernah kutahu dari agama ialah bahwa, di saat manusia mengalami kebingungan bagaimana seharusnya menjadi manusia, agama datang untuk memandunya; Saat manusia mengalami begitu sulitnya untuk membangun kebudayaan, agama hadir dengan material terbaiknya; Ketika para budak tersungkur perih di bawah kaki para raja dan majikan, agama datang untuk membebaskannya; Pada situasi di mana anak perempuan dipandang tak berguna sama sekali di hadapan para pria, pun agama menyentuhnya dan mengangkat mereka ke derajat yang lebih mulia.

Adalah juga agama, yang kemudian sanggup mengubah sempitnya ruang pikir umat manusia. Gelap memekatnya hati kita menjadi lapang dan bercahaya. Pada situasi di mana antar kelompok orang begitu mudahnya saling menumpahkan darah, agama telah banyak sanggup merukunkan dan mendamaikannya. Maka, mengapa keindahan-keindahan seperti ini tak kita ambil? Kenapa pula kita lari darinya, bahkan kerapkali kita gemar untuk meniupkan api permusuhan di antara sesama?

Cobalah kita lihat, betapa mereka yang hadir ke tengah-tengah bencana itu adalah satu tujuan, dan tak sedikit di antara mereka yang terpanggil itu adalah karena suara agama yang telah meresap di hatinya. Ratusan "warna baju" yang berbeda itu tak menghalangi mereka untuk berbuat kebajikan, sebagaimana agama pun telah mengajarkannya. Beratus-ratus jasad tanpa nyawa diangkatnya bersama-sama tanpa memandang ada tidaknya tautan darah di antara mereka. 

Lalu, kenapa ketika semua pekerjaan semacam itu selesai, dan masing-masing dari diri kita kembali ke kelompok, mata panah dan pedang pun kembali kita siap-tujukan ke sasaran musuh (baca: kelompok lain)?

“Hadapilah serangan musuh dengan segenap kekuatanmu. Bila tak membunuh, engkaulah yang akan terbunuh di medan laga sana. Tetapi, satu hal yang harus diingat adalah bahwa, ketika musuh telah menyerah kalah, saat itu pula tak ada hak bagimu untuk menumpahkan darahnya, dan anak-anak beserta perempuan harus ada dalam perlindunganmu.” Adakah kita telah lupa dengan pesan indah semacam ini? 

Hanya karena kita dan kelompok kita merasa lebih benar; Lebih unggul; Lebih ber-Tuhan; Merasa lebih terpilih dibanding yang lain, kita pun menganggap semua yang di luar kita dan kelompok kita adalah buruk, dan layak untuk disingkirkan atau dilenyapkan? Kini, tinggallah satu warna, dan itu adalah warna kita sendiri. Maka, apakah yang demikian ini dapat kita sebut sebagai sebuah keindahan? 

Bersama agamanya, seorang Rasul diutus tidak untuk membedakan seseorang dengan seorang yang lainnya; Meninggikan satu kelompok atas kelompok yang selainnya. Pun, Rasul Muhammad SAW tidak pernah diutus-Nya kecuali untuk menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia. Bersama agamanya pula, yang bengkok diluruskannya; Yang putus disambungkannya; Yang kacau diharmonikannya; Kalbu yang hendak membatu kembali dilembutkannya; Demi untuk mengembalikan manusia menjadi sebenar-benarnya manusia, yakni sebagai khalifah di muka bumi ini.

Pemalang, 3 Maret 2012

Sasmito Ruba’i

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement