Rabu 21 Mar 2012 15:16 WIB

Rembes (puisi)

Ilustrasi
Foto: dementasworld
Ilustrasi

Aku tak tahu atau tersadarkan apakah waktu akan mempertemukanku dengan sebuah kerlingan bercampur senyum, gelak tawa serta isak tangis yang telah lalu. Yang jadi lakuanku disini, saat ini, hanya menuliskan tinta yang bahkan tidak bisa kujamah rasa kesat, licin, basah setapak di jari, kemudian naik ke lengan, merayap ke jantung lalu masuk ke dalam hati kita… masing-masing.

Hujan yang mendengarkanku dalam kelam. Serasa cerah mendung dibawanya. Walau hanya setengah. Setengah lima. Mungkin yang Dia anugrahkan untukku adalah yang terbaik. Walau hambar dan sedikit pahit dikecap. Yang kini kutatap hanya dua buah angka 0 dan 1. Entah mengapa hanya tangis yang kudengar. Berlarian mendalami kebuntuan. Mengindah sepi, menyulam batin dalam keraguan...

Walau masa kami berbeda tapi indah tak akan pernah pula sama. Walau hanya secarik kertas, atau kertas foto yang terpampang wajahmu disana. Menatap kosong dalam biru, karena kita makhluk Tuhan... Memang seperti itu.

Aku tak menyalahkan kehidupan. Karena sadar bila aku lemah pada diriku, maka dunialah yang akan keras dan kasar terhadapku. Mungkin tidak seperti ini, yg sedang kurasa.

Aku hanya ingin pergi dari sini...

Walau terguyur hujan...

Andai...

Diffa Imajid

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement