Jumat 02 May 2014 06:32 WIB

Antara Ankara dan Jakarta

Deden Mauli Darajat
Foto: dokpri
Deden Mauli Darajat

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Deden Mauli Darajat

(Alumnus Universitas Ankara Turki/Dosen Komunikasi UIN Jakarta)

Ankara merupakan ibu kota Turki sejak perubahan Kesultanan Turki Usmani menjadi Republik pada tahun 1923. Sebelumnya ibu kota Kesultanan Turki Usmani berada di Istanbul, kota yang secara geografis termasuk dalam benua Eropa. Ibu kota Ankara merupakan kota pemerintahan dan politik dengan penduduk sekitar lima hingga enam juta penduduk.

Adalah Mustafa Kemal Ataturk, presiden pertama Republik Turki yang memindahkan ibu kota Turki berada di bagian tengah Turki. Alasan pemindahan ini disebabkan, pertama, kota Ankara yang tandus, berbukit, dan tidak terlalu dipadati oleh penduduk membuat mudah dilakukan penataan kota secara apik. Jika kita berkunjung ke Ankara, kita dengan mudah menghafal jalan-jalan utama.

Kedua, secara geografis letak Ankara yang berada di bagian tengah Turki yang sulit dijangkau dan ditaklukkan oleh musuh-musuh Turki di awal abad ke-20 oleh penjajah dari berbagai negara di Eropa.  Jika Istanbul dipertahankan menjadi ibukota yang berada di barat laut Turki atau berada di ujung kiri, maka musuh mudah untuk menaklukkannya. Jika Istanbul sudah ditaklukkan musuh, maka seluruh Turki sudah dipastikan direbut penjajah.

Sejak itulah ada pemisahan antara kota pemerintahan serta kota bisnis dan budaya di Turki. Ankara dipilih sebagai kota pemerintahan sementara Istanbul sebagai kota bisnis dan budaya. Pada tahun 2010, Istanbul terpilih sebagai ibu kota budaya Eropa. Istanbul saat ini penduduknya mencapai 16 hingga 20 juta penduduk. Ini menjadikan Istanbul lebih padat dari Ankara tiga sampai empat kali lipat.

Hal yang berbeda dijumpai di ibu kota Indonesia yaitu Jakarta yang sudah menjadi pusat perdagangan dan pertemuan antara berbagai etnis sejak abad ke-16 yang lalu dan hingga kini tetap menjadi pusat pemerintahan. Sebagai ibukota, Jakarta memiliki daya tarik tersendiri bagi sejumlah orang dari berbagai daerah untuk mengadu nasib yang menyebabkan Jakarta begitu padat mencapai belasan juta penduduk.

Kepadatan penduduk dan transportasi publik yang belum memadai membuat lalu lintas Jakarta selalu macet. Inilah yang membedakan Ankara dan Jakarta. Sebenarnya tidak sedikit warga Ankara yang memiliki kendaraan pribadi, tetapi mereka lebih memilih menggunakan transportasi publik tinimbang kendaraan pribadi. Ini karena efektivitas waktu dan efisiensi dana. Harga BBM yang tinggi di Turki (harga bensin sekitar 25 ribu rupiah per liter) menjadi penyebab orang-orang memilih menggunakan transportasi publik di Ankara.

Satu lagi yang membedakan Jakarta dan Ankara. Di Ankara, hanya sedikit yang menggunakan sepeda motor. Bahkan nyaris tidak ada motor ketika musim dingin. Sepeda motor banyak digunakan oleh restoran atau warung makan yang menyediakan jasa antar makanan. Sedikitnya warga Ankara yang menggunakan sepeda motor dan lebih banyak orang yang memilih untuk menggunakan transportasi publik menjadikan Ankara tidak macet.

Meskipun misalnya terjadi kemacetan di beberapa titik, maka kemacetan itu tidak begitu panjang dan tidak memakan waktu yang lama. Ditunjang lagi dengan adanya kereta bawah tanah. Hingga saat ini pemerintah kota Ankara masih membuat jalur baru untuk transportasi kereta bawah tanah untuk beberapa tujuan, salah satunya adalah akses menuju bandara Esenboga yang terletak di ujung Ankara.

Dari waktu ke waktu Ankara juga berubah. Orang-orang dari berbagai daerah mulai banyak yang datang ke Ankara untuk bekerja atau mengadu nasib. Saya pernah berbincang dengan seorang pedagang di pasar Cebeci di Ankara. Ia berasal dari Samsun, kota bagian utara Turki. Ditanya mengapa datang ke Ankara, ia menjawab bahwa Ankara adalah ibukota dan dapat menjadi tumpuan hidup dalam mencari rezeki yang halal.

Meski demikian ada hal menarik yang membedakan antara Jakarta dan Ankara bagi Said Inan (32 tahun), warga Turki yang berkunjung ke Jakarta. Pertama, Jakarta hanya memeiliki dua musim, yaitu musim hujan dan musim tidak hujan, sementara di Ankara ada empat musim, musim dingin, semi, panas dan gugur.

Kedua, menurut Said, Jakarta adalah surga bagi orang-orang yang melaksanakan ibadah puasa. “Ada diskon,” kata Said pada saya beberapa waktu lalu. Sebab, puasa di Turki pada musim panas dimulai dengan imsak sekitar pukul tiga. Sementara buka puasa bisa mencapai pukul 20 hingga pukul 21. Artinya puasa di musim panas bisa mencapai 17 jam. Sementara di Jakarta hanya sekitar 13 jam saja.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement