Senin 23 Jan 2017 18:01 WIB

Megawati dan tidak Semua Laki-Laki

Red: Muhammad Subarkah
 Presiden Jokowi melakukan pertemuan dengan  Megawati Soekarnoputri.
Foto:
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Di situlah Basofi menjadi seteru Megawati dalam politik. Konflik PDI di Jawa Timur merupakan yang terlama dan terparah. Menguras tenaga dan pikiran Megawati hingga akhir Orde Baru. Nama-nama Latief Pudjosakti, Sutjipto, dan Suryadi mewarnai konflik tersebut.

Setelah Basofi, banyak pejabat publik yang juga merilis album solo, termasuk presiden SBY. Tetapi fakta menunjukkan, hanya Basofi-lah yang mampu merilis album yang sukses di pasaran. Bahkan lagunya menjadi alltime hits. Lagunya berkali-kali dirilis ulang oleh penyanyi lain dalam berbagai genre.

Basofi memang ‘tidak semua laki-laki’, tetapi Megawati juga menunjukkan dirinya sebagai ‘tidak semua perempuan’. Mega tidak mudah mengalah. Saat itu ia bagaikan banteng betina tambun yang sedang mengamuk. Tak peduli dengan matador-matador Orde Baru.

Itulah salah satu kenangan meliput bersama Megawati yang tidak sempat saya kirimkan kepada sahabat Kristin Samah, panitia pembuatan buku dengan judul Megawati Dalam Catatan Wartawan. Bukan Media Darling Biasa.

Ya, saat itu, era Orde Baru 1993-1998, Megawati menjadi media darling. Memang ada dua catatan tulisan yang sudah saya kirimkan mengenai plus minus Mbak Mega dan masuk dalam buku yang akan diterbitkan esok hari di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.

Yang pasti, Mega ya Mbak Mega. Bukan Bung Karno. Selamat ulang tahun ke-70 Megawati Soekarnoputri, 23 Januari 2017. Semoga semakin bijak mengawal negeri dan memperbaiki diri untuk satunya kata dan perbuatan. Salam hangat.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement