REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Hery Sucipto *)
Dalam suasana dingin, kurang lebih suhu delapan derajat, Masjid Xiao Tao Yuan, di kota Shanghai, Jumat siang itu, mulai ramai didatangi jamaah. Dalam kesempatan berkunjung ke masjid tersebut, saya berkesempatan berdialog dengan Syekh Chien Musa, imam masjid. Menurutnya, umat Islam di Tiongkok sangat harmoni dalam menjalani hubungan kehidupan antaragama yg ada.
"Kami menjalani hidup sangat harmoni antar umat beragama di China," ujar Syeikh Chien Musa.
Di tengah gedung pencakar langit yang jumlahnya 8.000 gedung, Muslim Shanghai yang minoritas itu, menjalani kehidupan beragama dengan damai dan aman tanpa diganggu pihak manapun. Hingga kini, sedikitnya ada 40 ribu masjid tersebar di seluruh wilayah Tiongkok. Bahkan, hingga kini, masih ada pembangunan masjid-masjid baru di daratan Cina.
Di Shanghai sendiri jumlah umat Islam berkisar 140 ribu muslim, dan 100 ribu muslim yang tidak tinggal tetap di sana. Sementara, total jumlah penduduk kota Shanghai 26 juta jiwa, di mana kota ini menjadi kota metropolitan dan bisnis terbesar dan termodern di Cina. Beijing kota terbesar dan pusat pemerintahan Cina.
Masyarakat Islam setempat secara swadya melakukan pembangunan masjid-masjid tersebut. Di Cina, tidak ada dewan masjid sebagaimana di Indonesia. Semua urusan masalah Islam di Cina, ditangani oleh Asosiasi Islam di negeri itu. Di setiap wilayah atau provinsi/kota, ada asosiasi Islam.
Adapun khusus dalam hal pengurusan masjid, semuanya menjadi tanggung jawab dewan pengurus masjid masing-masing. Atau semacam Deawan Kemakmuran Masjid (DKM) di Indonesia.
Meski dalam hal kehidupan keagamaan, termasuk Islam, Pemerintah Cina membantu baik fasilitas dan pendanaan, mereka tetap menerima sumbangan untuk pembangunan masjid dari pengurus masjid lain maupun masyarakat umum. Namun, mengenai pembangunan dan perbaikan masjid di sana, tetap menjadi urusan sendiri umat Islam.
Seperti halnya di Indonesia, masjid di sana juga mengelola dana zakat, infaq, dan shadakoh. Dana itu diperuntukkan untuk pemberdayaan masjid dan umat Islam.
Sebagai upaya untuk menyambung tali silaturrahim di kalangan umat Islam di Tiongkok, Imam Musa kerap melakukan kunjungan ke masjid-masjid di wilayah Shanghai dan sekitarnya. Kami bersyukur sekali Islam dapat berkembang bebas di sini. "Inilah kondisi yang kami alami," ujar Imam Musa sambil menambahkan bahwa di masjidnya ada dua khutbah pada pelaksanaan shalat Jumat.
Khutbah pertama dalam bahasa Cina dan khutbah kedua dalam bahasa Arab yang diterjemahkan ke dalam bahasa Cina. Imam Musa menjelaskan, bahwa tak sedikit orang Cina yang masuk Islam lantaran pernikahan.
Musa sempat mengajak saya ke lantai dua dan tiga kompleks bangunan masjid. Dua lantai dan ruangan itu adalah museum masjid, dan satu ruangan berisi sejarah Islam di Cina.
Di museum tersebut terdapat sejumlah kitab kuno yang sudah diterjemahkan dan Alquran sumbangan dari sejumlah umat Islam negara lain yang telah mengunjungi. Sayang, di sana belum ada Alquran dari sumbangan umat Islam Indonesia.
Beberapa masjid yang saya kunjungi, semuanya menyediakan fasilitas meja dan kursi untuk shalat bagi usia lanjut. Selain itu, masjid yang bersih dan rapi, juga terdapat alat CCTV di setiap sudutnya.
Melihat Cina yang berkembang menjelma menjadi negara maju, juga Islam di dalamnya yang cukup baik dan berkembang dengan kebebasan menjalankan ibadah, patut mendapat dukungan dari umat Islam di belahan lainnya termasuk Indonesia. Sinergi dan dialog di antara muslim internasional, termasuk antara muslim Indonesia dan Cina, diperlukan guna membantu membangun kesejahteraan, kemajuan, dan perdamaian dunia.
Seperti halnya dianjurkan oleh Islam, hikmah dan pengetahuan positif dari manapun datangnya, harus kita ambil. Dan yang tidak baik dan tidak sesuai dengan prinsip dan falsafah hidup bangsa kita, tentu kita tinggalkan. Dan di Cina, banyak hikmah yang patut kita ambil dan kembangkan.
*) Sekretaris Bidang Kominfo, Kerjasama Antar Lembaga dan Hubungan Luar Negeri, Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia (DMI).