REPUBLIKA.CO.ID, Oleh DR Anggawira *)
Belum kuatnya fundamental ekonomi Indonesia pasca era reformasi. Terjangan badai krisis ekonomi selalu terjadi berulang-ulang. Dari sisi global, secara tidak langsung guncangan politik internasional selalu berdampak negatif terhadap perekonomian Indonesia khususnya ekspor dan impor. Sedangkan dari dalam negeri sendiri, perlambatan ekonomi di berbagai daerah masih sering terjadi.
Saat ini, perekonomian Jakarta dalam kontraksi minus. Di tahun 2016, ekonomi jakarta hanya sebesar 5,62 persen. Jika dibandingkan tahun 2015, ekonomi jakarta masih di sekitar 5,88 persen. Terjadi penurunan sebesar 0,26 persen. Kelesuan ekonomi jakarta ini dapat berimbas di sektor lain, seperti penyerapan tenaga kerja. Dapat dibayangkan peningkatan 1 persen pertumbuhan ekonomi dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 200 ribu – 300 ribu tenaga kerja. Di sisi lain gini rasio DKI Jakarta sebesar 0.41 yang mengambarkan bahwa jarak ketimpangan dan pemerataan pembangunan belum membaik. Jakarta sebagai Ibu kota negara dan pemerintahan, seharusnya memberikan kemudahan akses ekonomi bagi seluruh warganya.
Saat perekonomian Jakarta masih tidak dapat diandalkan. Sektor lain perlu dikembangkan seperti UMKM. Menurut data statistik Doing Bussines In Indonesia di 2014 menjelaskan bahwa UMKM di Jakarta lebih dari 28 ribu unit. Jika dikelola dengan baik sektor UMKM akan menyumbang pendapatan yang tinggi ke perekonomian. Jika diilustrasikan 1 unit UMKM yang dibentuk bisa memiliki 5-10 karyawan bahkan lebih. Bisa dibayangkan fundamental ekonomi Jakarta akan kembali kokoh tanpa perlu khawatir kelesuan ekonomi menerpa.
Catatan Kementerian Koperasi dan UKM Indonesia di tahun 2015, UMKM Indonesia mencapai 59.203.509 unit. Dengan jumlah omzet/tahun UMKM yang mencapai Rp 300 juta hingga mencapai Rp 2,5 miliar dan kepemilikan aset UMKM yang mencapai Rp 500 juta. Kontribusi dari sektor UMKM dapat menyerap tenaga kerja di pasar dan sumbangsihnya ke PDB Nasional. Selain dua sumbangsih tersebut, sisi pendapatan devisa negara pun akan bertambah.
Solusi ekonomi yang ditawarkan oleh UMKM sangat menjanjikan. Banyak keuntungan yang didapat jika UMKM ini dikembangkan dengan baik dan komprehensif. Tidak hanya memberikan sumbangsih pada PDB nasional dan penyerapan tenaga kerja tetapi pada pendapatan masyarakat sendiri yang akan terdorong untuk konsumsi dan berinvestasi. Ketika di tengah semangat bergelora untuk peningkatan kuantitas UMKM, para pelaku UMKM dihadapkan dengan berbagai persoalan seperti dibidang teknologi, permodalan, dan perizinan.
Pada bidang teknologi, para pelaku UMKM dituntut untuk berinovasi. Untuk berinovasi sendiri diperlukan manajemen dan SDM yang handal di bidangnya. Manajemen yang handal akan melakukan berbagai upaya branding produk di pasaran hingga ke berbagai bentuk kemasan yang menarik agar konsumen membeli produk umkm mereka.
Saat penerapan teknologi, lagi-lagi para pelaku umkm dihadapkan dengan biaya operasional yang tinggi sehingga membuat para pelaku umkm tidak bisa berkembang dan memiliki daya saing. Jangankan berbicara kualitas produk, untuk menerapkan sisi teknologi saja diperlukan biaya yang relatif besar dan akan memotong budget anggaran serta omzet.
Di bidang permodalan, rata-rata UMKM tidak bisa mendapatkan modal khususnya dari lembaga keuangan untuk menjalankan usahanya. Diketahui bahwa pelaku umkm sendiri tidak begitu familiar dengan catatan pembukuan ataupun pengelolaan administrasi keuangan. Ketidakmampuan dalam mengelola administrasi keuangan pun menjadi hambatan dalam mengembangkan usaha, kuantitas dan kualitas produk.
Selain sisi lembaga keuangan, minimnya informasi untuk mendapatkan modal bagi para pelaku UMKM. Memang, saat ini, pemerintah telah menggencarkan program dana KUR untuk UMKM. Dana tersebut semakin besar tiap tahun dengan tingkat bunga yang semakin rendah. Di tahun 2017 saja tingkat bunga KUR diharapkan sudah di bawah 7 persen. Namun bunga KUR tersebut hanya realita iklan saja.
Realita di lapangan lembaga keuangan tidak dapat menerapkan kebijakan tersebut. Risiko yang besar menjadi alasan utama dalam meminjamkan kredit usaha. Permasalahannya simpel yaitu pengelolaan administrasi keuangan yang tidak sesuai dengan kebutuhan lembaga keuangan. Alhasil, lembaga keuangan lebih memilih untuk memberikan bunga kredit usaha untuk kegiatan korporasi yang dinilai memiliki pengelolaan administrasi yang baik sesuai kebutuhan likuiditas keuangan (LK) serta benefit.
Pada sisi perizinan, banyak UMKM yang masih terkendala izin dan harus berbadan hukum. Aspek legalitas dan perizinan menjadi dasar utama dalam menjalankan usaha UMKM. Izin yang diperlukan oleh pelaku UMKM tersebut memiliki banyak dokumen yang harus disiapkan dan cenderung memakan biaya serta waktu tunggu yang lama. Menurut data Easybiz Indonesia, kemudahan berbisnis UMKM di Jakarta masih direntang 7 hari bahkan lebih. Diperlukan suatu solusi untuk menghilangkan hambatan izin usaha dan legalitas tersebut dengan menerapkan Virtual office plan dan Co working space yang diperuntukan bagi pengusaha pemula OK OCE Center.
Virtual office plan ialah sebuah konsep perizinan digital bagi UMKM di masa depan. Konsep tersebut dibuat untuk memudahkan UMKM dalam mendapatkan domisili usaha. Selain itu virtual office tersebut memiliki beberapa manfaat lainnya yaitu efisiensi waktu, tempat, dan biaya pengeluaran. Efisien waktu ialah adanya kantor virtual, UMKM tidak perlu terpaku untuk bekerja di satu tempat berjam-jam sehingga dapat mengurangi waktu menuju kantor.
Pada efisiensi tempat ialah adanya virtual office akan membuat para pelaku umkm tidak perlu memerlukan tempat untuk menjalankan bisnis karena semuanya sudah tertata melalui sistem virtual atau digital. Pada sisi biaya pengeluaran ialah para pelaku UMKM bisa menghemat biaya gedung (sewa/milik sendiri), maintentence, listrik, tranport dan biaya-biaya lain yang ada pada kantor konvensional yang real/nyata.Bisa dikatakan bahwa virtual office ini memberikan berbagai kemudahan, tidak hanya dari sisi perizinan.
Saat para pelaku UMKM dapat mengurus perizinan dengan mudah. Maka dapat diproyeksikan umkm akan semakin berkembang pesat dan semakin mantap dalam membantu menciptakan iklim ekonomi yang baik. Untuk itu Anies-Sandi dalam 23 Program Janji kerjanya mengusung program OK OCE, One Kecamatan One Center of Entrepreneurship.
Dimana OK OCE ini memberikan berbagai kebutuhan yang diharapkan oleh pelaku ekonomi. Kolaborasi ekonomi yang dicetuskan dapat dilakukan oleh sektor UMKM tentunya dengan pengunaan teknologi yang dapat memutus mata rantai distribusi barang dan jasa yang panjang dan tidak efisien. Keuntungan ekonomi akan didapatkan langsung oleh masyarakat sehingga terciptanya pemerataan dan pilar-pilar ekonomi tidak hanya dikuasai oleh segelintir pemain besar.
OK OCE menjadi sebuah hub ekonomi dengan berbasiskan komunitas. Interaksi dan kolaborasi ekonomi ini bertujuan untuk memberikan akses ekonomi yang terbuka dan tepat sasaran. Pemberian berbagai jenis subsidi energi dan pangan oleh pemerintah dapat dilakukan secara tepat sasaran jika adanya partisipasi masyarakat secara aktif dan melibatkan pelaku ekonomi mikro.
Tujuan akhir dari program ini tentunya menepati janji kerja dan menjawab persoalan warga Jakarta mengenai stabilitas harga dan lapangan pekerjaan. Adanya OK OCE hub ini membuat masyarakat dapat ikut berperan dalam mengendalikan harga dan berpartisipasi aktif menjadi pelaku usaha secara langsung. Keuntungan lainnya adalah dapat menekan inflasi dan pemerintah daerah pun memiliki basis data secara tepat dan akurat yang dapat digunakan untuk mengambil kebijakan secara cepat.
*) Koordinator Sahabat Anies-Sandi