REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Menteri Pariwisata Arief Yahya kembali membahas 'Go Digital'. Kali ini dia bicara dalam program 'DBS to The Point, di studio BeritaSatu TV. Bahasan seputar Go Digital be The Best, satu program andalan Kemenpar yang dipercaya Arief Yahya sebagai cara yang paling masuk akal untuk menggapai target 20 juta wisman di 2019. Mengapa digital?
Menurut Arief, 70 persen pelancong itu search and share dengan digital online. Anak-anak muda sudah bertransformasi budaya, menuju digital lifestyle. "Ketika tkonsumen masa depan sudah berubah, kita juga harus mengikuti arah perubahan, jika ingin memenangkan persaingan,” kata Arief Yahya.
Dengan begitu, media promosi juga akan lebih banyak dialokasikan ke digital. Jika tahun pertama 60 persen media konvensional, 40 persen digital, tahun kedua sudah, 50:50, tahun ketiga sudah terbalik 40:60 dan tahun keempat 30:70. Menurut dia, media konvensional tidak bisa diabaikan, karena untuk awareness.
"Saya yakin konsep convergency media, dan hanya digital yang bisa menggabungkan semua, dari search, book sampai pay,” kata dia.
Media luar ruang, seperti di bus di Paris, taxi di London, tram di Melbourne dan Amsterdam, bandara di Jepang, Korea, stasiun kereta dan halte bus di Singapura, digital signed di banyak kota di dunia, itu dilakukan dengan timing yang pas. Misalnya, bus-bus wisata di Paris dibungkus Wonderful Indonesia justru di saat EURO Cup 2016, ketika juta orang menyerbu Prancis yang menjadi tuan rumah.
Lalu black cab taxi di London yang di-wrapping dengan 11 ikon Pariwisata Indonesia, dari Borobudur, Prambanan, Bali, Raja Ampat, Komodo dan lainnya, dilakukan di saat WTM London. Di saat ribuan pelaku usaha dan industry Pariwisata seluruh dunia sedang berada di ibu kota Inggris itu. Begitu pun saat ITB Berlin di Jerman, kawasan Messe tempat bursa Pariwisata terbesar di dunia itu dilangsungkan betul-betul sangat 'Wonderful Indonesia'.
“Kita menyadari, dana promosi kita tidak banyak. Karena itu harus diposting pada waktu pas dan tempat yang tepat,” kata Arief Yahya.
Kalau digital, Kemenpar sudah menempatkan materi promosi di hampir semua big name media, seperti Google, Baidu, Youtube, TripAdvisor, Ctrip, dan lainnya. Bahkan Menpar mendorong terbentuknya ITX, Indonesia Travel Xchange, semacam pasar digital yang mempertemukan antara supplay side dan demand dalam satu platform.
ITX ini adalah upaya Kemenpar untuk menjawab kegalauan pelaku bisnis dan industri pariwisata yang tergerus oleh kecepatan OTA –Online Travel Agent, yang lebih gesit, lebih cepat, lebih menarik, dan lebih atraktif. “Kami membuatkan pasar digitalnya. Kami buatkan template untuk website yang standar, jika mereka belum punya media online-nya, sebagai own media mereka. Kami siapkan booking system dan payment system-nya, yang kalau membangun sendiri itu bisa menghabiskan Rp 300 sampai Rp 400 juta. Di ITX ini gratis, dan diberi asistensi dengan free juga,” ujar Arief Yahya.
Arief Yahya menyadari, jika tidak berubah, para pelaku industri kita akan terus tergerus oleh perkembangan digital yang semakin masif. Dengan cara apa mengejar target kunjungan 20 juta wisatawan? Arief Yahya memag berpikir dari akhir. Target 20 juta, itu dibutuhkan seats 30 juta di 2019. Saat ini 2016, target kita 12 juta, seat capacity 19 juta, masih cukup. Tahun depan, harus sudah menaikkan daya tampung tempat duduk pesawat yang masuk ke Indonesia 22 juta, kita deficit 3 juta. Darimana mendapatkannya? Itulah mengapa saya sisir satu per satu, sampai urusan slots bandara, menambah jam operasional bandara, menaikkan status bandara menjadi internasional, melobi airlines untuk direct flight, menggunakan pesawat berbadan lebar, dan lainnya.