REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Endah Hapsari/ Editor ROL
Berita itu sungguh menggiriskan hati. Kekerasan pada anak makin meningkat, ayah mencabuli anak kandungnya sendiri, seorang balita meregang nyawa di tangan ibu tirinya.
Sejatinya, ada apa ini? Mengapa makin banyak orang yang tega menyakiti anak-anak tanpa dosa? Sebenarnya, apakah kesalahan anak-anak itu hingga harus menerima tindak kekerasan, pukulan, cacian, sampai nyawa mereka pun hilang?
Anak, ketika baru lahir, seperti selembar kertas putih. Adalah orang tua yang bertugas untuk mewarnai lembaran putih bersih itu. Warna hitam yang mendominasi, jadilah si anak tumbuh menjadi sosok yang kelam. Warna cerah yang hadir, jadilah si anak berkembang mewujud figur ceria.
Namun, di tangan orang-orang dewasa itu pula yang seharusnya membuat mereka tumbuh menjadi sosok yang baik dan kuat, anak-anak justru merana. Alih-alih disayang, mereka harus menerima nasib menjadi sansak tinju, pelampiasan emosi, korban penculikan demi segepok uang, dan ujungnya bahkan harus mengorbankan nyawa.
Islam mengajarkan segala kebaikan dan keindahan untuk mengasuh buah hati. Sejak suami istri menikah, ada doa untuk memohon keturunan yang baik dari hubungan pasangan itu. Ketika si anak mulai hadir dalam kehidupan mereka, pasangan suami istri itu pun mengemban amanah besar dalam hidup. Mereka diberikan amanah untuk membesarkan, mengantarkan hingga si anak dewasa dan mandiri.
Tak hanya di dunia, pertanggungjawaban orangtua terhadap anaknya pun akan terus dipinta hingga ke akhirat. Anak bukanlah rezeki yang jatuh dari langit dan bisa diperlakukan semena-mena oleh orangtuanya. Anak bukanlah seperti sebentuk tas bermerek yang bisa ditenteng sana-sini, dipamerkan, digunakan saat senang, dan ditendang begitu saja ketika bosan. Anak adalah kehidupan, harta berharga, belahan jiwa orang tua yang akan terus bersemayam dalam benak dan hati sepanjang masa.
Namun, anak pun tak hanya butuh untuk diberikan segala materi, dicukupkan kebutuhan sandang dan pangannya, diberikan pendidikan yang memadai untuk bekal hidupnya. Anak pun butuh untuk dicintai. Mereka perlu tahu bahwa kehadiran mereka berarti. Tak hanya untuk membuktikan bahwa orangtua mereka mampu memiliki keturunan, memamerkan pada orang lain bila berprestasi atau jadi sasaran tembak ketika berbuat salah.
Dan, tolonglah Ayah dan Bunda, Bapak dan Ibu, Mama dan Papa, Abi dan Ummi, atau apa pun sapaan buah hati untuk Anda berdua, biarkan mereka tahu bahwa mereka, anak-anak Anda, paham benar bahwa mereka dicintai.
Caranya, katakan itu secara langsung. Tatap matanya, katakan dengan bersungguh-sungguh dan penuh rasa sayang bahwa Anda tulus mencintai mereka. Katakan bahwa mereka hadir karena kasih sayang yang indah dan lewat berkah Allah SWT. Pastikan mereka paham yang Anda katakan. Setelah itu peluklah mereka dengan penuh kehangatan. Kata-kata yang tulus punya makna dalam dan bertahan mengendap di lubuk sanubari.
Satu penelitian membuktikan bahwa tumbuhan yang setiap hari dilimpahi kata-kata manis serta diajak berbincang layaknya manusia, bisa dipastikan akan tumbuh lebih subur ketimbang tanaman lain yang dibiarkan begitu saja.
Bayangkan, bila hal serupa diterapkan pada manusia yang dilengkapi dengan akal budi, emosi, dan perasaan. Jadi, sudahkah Anda mengungkap rasa cinta dan kasih sayang pada buah hati hari ini?