Senin 04 Nov 2013 12:52 WIB

'Kalau Bisa, Tuhan Pun Disadap'

Mata-mata dan penyadapan arus data dan komunikasi (Ilustrasi)
Foto: REPUBLIKA.CO.ID
Mata-mata dan penyadapan arus data dan komunikasi (Ilustrasi)

Oleh Rahmad Budi Harto

REPUBLIKA.CO.ID, Orang-orang tua dan paruh baya di dunia Barat sering mengenang masa lalu dengan ungkapan: ''ketika segala sesuatu lebih sederhana''.

Sewaktu internet masih dalam bentuk purwarupa teknologi dan hanya digunakan kalangan militer Amerika Serikat, orang-orang tak meributkan peristiwa-peristiwa kecil dan sepele yang kini dengan mudah informasinya menyebar dan kemudian sering menjadi masalah besar.

Dulu, orang menjalani hidup tanpa setiap waktu merasa perlu harus melaporkan apa yang dilakukan melalui update status di media sosial.

Dalam skala lebih luas, ketika Perang Dingin antara kubu Amerika melawan Uni Soviet masih memanas, analisis geopolitik atas yang segala sesuatu yang terjadi di berbagai belahan dunia lebih mudah dilakukan.

Sekarang, para pakar hubungan internasional harus memperhitungkan lebih banyak variabel untuk menjelaskan, mengapa, misalnya, Barat mendukung pemberontak Suriah yang terafiliasi dengan kelompok Islam garis keras yang masih mereka perangi atas nama perang global melawan terorisme. 

Kini, berbagai negara meradang demi mengetahui bahwa Amerika telah menyadap banyak pemimpin negara, bahkan sekutunya sendiri, seperti Jerman, Prancis, dan Arab Saudi. Coba kalau skandal penyadapan itu terjadi pada saat Perang Dingin.

Pemimpin negara-negara di Bumi saat itu tentu mendiamkannya walau jengkel. Di masa Perang Dingin, semua pihak sudah tahu sama tahu bahwa banyak negara menyadap negara lain untuk memastikan siapa tetap musuh dan negara mana yang berpotensi menyeberang ke blok politik lain. 

Meski zaman dulu semua tampak lebih sederhana, teknik penyadapannya justru lebih repot dibandingkan sekarang. Cara paling primitif dan paling mudah untuk menyadap di zaman modern ini adalah menguping telepon.

Kalau dulu, yang diretas tentu saja kabel teleponnya. Sedikit lebih rumit lagi, untuk menguping pembicaraan pihak lawan di suatu ruangan, harus dikerahkan sepasukan mata-mata yang dibekali seperangkat peralatan seperti milik James Bond. Ada yang menanamkan alat sadap berupa mikrofon dan transmiternya di ruangan. 

Sedikit lebih rumit lagi, penyadapan dilakukan dari jarak jauh dengan menangkap gelombang ultrasonik dari getaran kaca ruangan. Teorinya, kaca bergetar akibat suara pembicaraan di dekatnya. Sang mata-mata mengembalikan gelombang ultrasonik itu menjadi gelombang suara yang mereproduksi pembicaraan sang lawan di dalam ruangan berkaca itu.

Ada juga yang memang sesederhana zaman itu. Tanpa perlu repot dengan teknologi, informasi penting bisa didapat dengan menyuap. Pada 1980-an, seorang perwira menengah TNI AL memberikan data palung laut Indonesia kepada mata-mata Uni Soviet.

Data macam itu diperlukan kapal selam untuk melintas diam-diam di lautan kita. Apakah Indonesia protes kepada Negeri Beruang Merah? Mungkin iya, tapi diam-diam. Di zaman ketika semua orang saling sadap, siapa bisa menjamin bahwa Badan Koordinasi Intelijen tak menyadap Kedutaan Uni Soviet?

Ketika teknologi telekomunikasi dan informasi sudah sangat berkembang pesat, pada zaman yang rumit ini penyadapan justru seakan semakin mudah. Asal punya uang, di pasaran banyak tersedia berbagai peralatan elektronik canggih yang akan membuat James Bond masa lalu minder.

Tak ada percakapan telepon seluler maupun satelit yang tak bisa dikuping. Teknologi internet membuat data penting diubah menjadi digital, mudah diakses, dan sekaligus membuatnya lebih rentan dicuri. 

Tak perlu lagi mengerahkan agen rahasia 007 untuk melakukan pekerjaan kotor itu. Tinggal duduk di depan alat supercanggih yang mampu meretas masuk ke berbagai pusat informasi dunia maya dan jaringan komunikasi rahasia. Masalahnya, kemudahan sering membuat ketagihan.

Maka, jangan salahkan Gedung Putih kalau akhirnya semua yang bisa disadap pun disadap, termasuk Vatikan yang tak punya peran langsung dalam percaturan politik global. Barack Obama yang sudah paruh baya tampaknya sedang bingung menghadapi zaman serbakompleks ini sehingga butuh semua informasi di dunia ini untuk dicernanya. Kalau bisa, kita yakin pembicaraan Tuhan di langit pun disadapnya.

sumber : Harian Republika
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement