Kamis 05 Mar 2015 16:19 WIB

Jokowi pun tak Berdaya

Arif Supriyono
Foto: dok pribadi
Arif Supriyono

REPUBLIKA.CO.ID, oleh : Arif Supriyono

Dua bulan sudah ribut-ribut antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Polri berjalan. Hingga sekarang, kisruh itu belum tuntas benar.

Dua petinggi KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, masih menjadi tersangka dalam kasus remeh-temeh. Bahkan kasus yang dituduhkan pada BW sudah diputuskan dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi enam tahun lalu.

Pelapor kasus BW pun (Yusuf Sugianto Sabran yang merupakan politisi PDIP) pernah terjerat kasus pembunuhan dan pembalakan liar. Sementara alamat palsu yang dituduhkan kepada AS, kabarnya merupakan gedung atau kantor milik kerabat Jusuf Kalla di Makassar.

Karena mundurnya AS dan BW, Presiden Joko Widodo lalu menetapkan tiga pejabat sebagai pelaksana tugas pimpinan KPK, yakni Taufiqurrahman Ruki, Indrianto Seno Adji, dan Johan Budi. Sebelumnya, Johan Budi merupakan salah satu deputi di KPK dan pernah pula menjabat juru bicara di lembaga antirasuah itu.

Indrianto, yang menderita kanker sejak dua tahun lalu dan telah menjalani 19 kali kemoterapi, merupakan pengajar di FH Universitas Indonesia. Rekam jejaknya di pemberantasan korupsi memang belum terlihat. Indrianto malahan pernah menjadi pengacara keluarga Cendana (Soeharto) dalam kasus korupsi.

Adapun Ruki merupakan orang lama dan senior di KPK. Pria asal Lebak, Banten kelahiran 68 tahun lalu itu merupakan purnawirawan inspektur jenderal. Dialah yang menjabat ketua KPK periode pertama 2003-2007.

Banyak yang menilai, Ruki termasuk perwira tinggi kepolisian yang bersih dibanding petinggi kepolisian setingkat dia lainnya. Meski demikian, prestasinya saat menjadi pimpinan KPK, terhitung biasa-biasa saja. Itu kalau dibandingkan kiprah ketua KPK lainnya.

Prestasi besar Ruki barangkali adalah keberhasilannya memenjarakan Djoko Munandar yang saat itu menjabat gubernur Banten, meski kasus korupsinya tak sebanding dengan Ratu Atut Chosiyah (pengganti Djoko Munandar) saat ini. Itu sebabnya banyak pihak yang menilai, Ruki memang tipe orang lurus tetapi bukanlah seorang pendobrak atau pemberani.

Ruki pula yang kemudian menyerahkan kasus Komjen Budi Gunawan ke Kejaksaan Agung, sembari mengatakan dengan lantang, bahwa KPK mengaku kalah dalam kasus ini. Tentu pernyataan Ruki ini amat menyedihkan.

KPK yang sepanjang hayatnya belum ditemukan adanya aparat yang menerima suapa atau gratifikasi, justru harus mengaku kalah dari lembaga yang oknumnya seringkali terjerat kasus korupsi dan gratifikasi. Banyak pihak yang mengecam sikap Ruki ini. Karyawan KPK pun bahkan ikut memprotes.

Bagi saya, Ruki hanya salah satu alat saja. Pihak yang paling bertanggung jawab dalam masalah konflik KPK-Polri adalah Jokowi, tak ada yang lain. Bandingkan dengan sikap SBY yang dianggap peragu saat KPK dikriminalisasi oleh Polri. SBY meminta polisi agar menghentikan kriminalisasi yang aka dilakukan polisi terhadap dua petinggi KPK kala itu, Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah.

Kali ini Jokowi justru membiarkan kriminalisasi KPK terus berjalan. Masukan dari Tim 9 yang dibentuknyamemang dijalankan tetapi hanya sekadar tak melantik BG sebagai kapolri.

Banyak pihak yang tak habis pikir, mengapa Jokowi yang sempat mengobral janji kampanye presiden dengan akan memperkuat pemberantasan korupsi dan KPK tetapi pada kenyataannya justru ‘membunuhnya’. Pembiaran yang dilakukan Jokowi terhadap kriminalisasi KPK adalah sebuah ironi.

Komitmennya untuk memberantas korupsi seolah sama sekali tak memiliki dasar atau pijakan. Jika Jokowi melakukan ini dengan sengaja, maka dapatlah kita menyimpulkan bahwa presiden sejatinya tak punya niat serius untuk memberantas korupsi.

Saya menjadi berpikir, adakah kekuatan lain di luar Jokowi yang membuat skenario konflik KPK-Polri berjalan demikian memprihatinkan? Sungguh tak masuk akal situasi yang terjadi saat ini. Teriakan kencang masyarakat dan tokoh penting lainnya untuk menghentikan kriminalisasi KPK ibaratnya tak jua terdengar gaungnya di telinga presiden.

Saya tak yakin Jokowi melakukan ini lantaran tak enak hati terhadap Megawati yang dikabarkan membuat desakan kuat ke presiden agar melantik Budi Gunawan sebagai kapolri. Andai kata benar Jokowi bersikap seperti ini hanya untuk tujuan menyelamatkan BG, sungguh tak layak dia mendapat dukungan lagi.

Kalaupun Jokowi memang sengaja membiarkan situasi seperti ini, maka jelaslah bahwa orientasinya adalah mengejar kekuasaan belaka. Dia tak menghiraukan janji yang pernah disampaikan saat kampanye lalu. Terlalu banyak janji kampanye Jokowi yang terabaikan. Ia pun dengan sendirinya mengabaikan kepentingan masyarakat.

Banyak kabar seliweran beredar, faktor utama pembiaran kriminalisasi terhadap KPK adalah sikap dan visi Bambang Widjojanto. Pria yang kala muda pernah menjadi aktivis lembaga bantuan hukum di Jayapura itu dianggap sebagai hantu yang menakutkan dan tanpa kompromi bagi pelaku korupsi. Karena itu, tak hanya membahayakan para koruptor dan cecunguknya, sikap BW dianggap bisa mengganjal urusan bisnis di Indonesia yang selama ini serbabisa diatur.

Oleh sebab itu pula, tak hanya pelaku bisnis di Indonesia, pihak asing pun punya kepentingan untuk menyingkirkan BW. Ini demi mulusnya usahanya untuk terus menguras kekayaan alam di negara kita bagi kepentingan mereka.

Setengah berkelakar teman saya itu lalu mempersilakan untuk bertanya pada tamu penting yang sedang berkunjung ke Indonesia dalam beberapa hari ini. Ya, dialah Paul D Wolfowitz, mantan duta besar AS untuk Indonesia dan juga mantan presiden Bank Dunia.

Kata teman saya, bisa jadi Wolfowitz tahu hal itu. Rasanya seperti tak percaya saya mendengar cerita dari seorang teman ini.

Saya hanya berpikir, memang banyak kepentingan bisnis Amerika Serikat yang ada di Indonesia, termasuk yang terkait dengan sektor vital, yakni pertambangan. Lazimnya pula, pejabat penting dari negeri adidaya berkunjung ke sebuah negara sudah barang tentu memiliki agenda besar dan mendesak untuk dibahas, bukan sekadar jalan-jalan belaka.

Tak mudah memang untuk menjawab pertanyaan ini. Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa menjawabnya, sudah pasti termasuk Jokowi. Benar atau tidaknya isu ini, faktanya adalah bahwa Jokowi ternyata tak berdaya menghadapi kisruh KPK-Polri.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement