REPUBLIKA.CO.ID, Hari ini pasangan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta terpilih Anies Baswedan-Sandiaga Uno dilantik. Itu artinya, Anies-Sandi, begitu pasangan ini akrab dipanggil saat pilkada DKI beberapa waktu lalu, akan memulai tugasnya memimpin Ibu Kota sampai tahun 2022.
Tugas berat sudah menanti Anies-Sandi pada hari pertama, keduanya menduduki kursi orang nomor satu dan nomor dua di Jakarta. Baik karena kondisi ekonomi saat ini, lawan politik di parlemen, maupun dari warga yang dalam pilkada kemarin memilih pasangan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat.
Apalagi kita sama-sama mengetahui Pilkada DKI Jakarta beberapa bulan lalu merupakan salah satu pilkada yang paling 'panas'. Dalam sejarah Pilkada DKI sejak era reformasi, tidak pernah sekalipun terjadi perbedaan pendukung yang sangat mencolok. Perang opini terjadi sepanjang waktu di media sosial. Tidak hanya saat kampanye berlangsung, tetapi sampai sekarang pun perbedaan pandangan antara kedua pendukung masih tetap terjadi.
Jika kita mencoba membandingkan dengan Pilpres 2015 yang dimenangkan Presiden Joko Widodo, terbelahnya dua kubu pendukung Pilkada DKI juga sangat mencolok. Bahkan, bisa dikatakan berbagai masalah yang lahir di Pilkada DKI jauh lebih berat. Di antaranya, munculnya kasus hukum salah satu calon gubernur terkait penodaan agama. Terjadi juga demo jutaan umat Islam menuntut kasus penodaan agama diselesaikan secara hukum.
Bila dalam pilpres yang sudah berlangsung dua tahun lalu saja perbedaan dua kubu pendukung masih belum cair, apalagi dengan polarisasi massa Pilkada DKI yang baru berlangsung beberapa bulan lalu. Ini adalah salah satu pekerjaan berat Anies-Sandi pada awal pemerintahannya.
Seperti kita ketahui, dari 7,2 juta penduduk DKI, 2,3 juta di antaranya adalah pemilih loyal Ahok-Djarot. Mereka tentu saja akan sulit menerima sosok Anies-Sandi. Para pendukung Ahok-Djarot ini juga sangat mungkin melakukan berbagai cara untuk menolak kebijakan Pemerintah DKI selama lima tahun kepemimpinan Anies-Sandi.
Karena itu, menjadi tugas Anies-Sandi untuk merangkul mereka. Pilkada sudah selesai. Dan sesungguhnya, tidak ada lagi kelompok pendukung Anies-Sandi di satu sisi dan kelompok pendukung Ahok-Dajrot di pihak lain. Warga DKI kini hanya mempunyai satu gubernur. Dan gubernur tersebut, bukan lagi Ahok atau Djarot, melainkan Anies dan wakilnya adalah Sandi.
Kita berharap, Anies-Sandi mampu melunakkan hati para pendukung Ahok-Djarot. Kalaupun upaya telah dilakukan, bila kenyataannya penolakan tersebut masih terjadi, Anies-Sandi tidak boleh tersandera pada kelompok yang menolaknya tersebut. Yang justru harus dilakukan Anies-Sandi adalah bekerja keras untuk membangun DKI Jakarta lebih maju dari sebelumnya.
Anies-Sandi harus berani mengambil terobosan untuk membangun Jakarta. Harus ada ide-ide segar Anies-Sandi yang tidak dilakukan oleh gubernur sebelumnya. Baik itu dalam hal cara melakukan percepatan pembangunan maupun terobosan-terobosan programnya.
Pemimpin yang revolusioner adalah mengerjakan apa yang masih dipikirkan orang lain. Beberapa kalangan pengamat memperkirakan, Anies-Sandi memimpin Jakarta secara normatif dan bermain aman. Bahkan, mereka memperkirakan Anies-Sandi akan lebih lambat dalam melaksanakan program pembangunan DKI Jakarta dibandingkan Ahok atau Djarot.
Anies-Sandi harus membuktikan, mereka tidak sekadar pandai berbicara sehingga membuat para pemilih terpukau. Namun lebih dari itu, Anies-Sandi harus lebih gesit dalam menyejahterakan rakyat. Buktikan janji-janji di kampanye dalam wujud nyata. Selamat bekerja gubernur dan wakil gubernur baru. n