Senin 05 Mar 2018 16:22 WIB

Kapolri dan Kekhawatiran Konflik Islam

Kapolri mendapatkan masukan dari para ulama sebagai mitra menjaga NKRI.

Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian memberikan konferensi pers akhir tahun di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (29/12).
Foto: Republika/Prayogi
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian memberikan konferensi pers akhir tahun di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (29/12).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Agus Yulianto, wartawan Republika

Saat ini, dunia tengah menghadapi benturan peradaban antara Islam-Barat, sosialis-kapitalis, dan seterusnya. Perang pun terus diciptakan pihak-pihak yang tidak menginginkan terjadinya kedamaian di dunia. Ironisnya, yang menjadi korban akibat perseteruan itu adalah umat Islam.

Krisis kemanusiaan akibat perang sesama kalangan Muslim itu, saat ini, bisa dilihat terjadi di sejumlah negara. Tengok misalnya perang di Syiria, Afganistan, Pakistan, Yaman. Banyak jiwa tak berdosa, akhirnya harus meregang nyawa ketika peluru atau bom yang dilontarkan masing-masing pihak menghantam permukimannya. Belum lagi yang mengalami luka-luka dan harus kehilangan rumah serta mata pencahariannya.

Seruan badan dunia PBB agar masing-masing pihak untuk menghentikan perangnya, seakan tak digubri. Fenomena itu pula yang membuat Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian merasa 'khawatir' dengan kondisi di Indonesia. Bahkan, saat menghadiri ceramah Ustaz Abdul Somad yang berlangsung di Masjid Az Zikra, Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Ahad (4/3), Kapolri berkesempatan mengajukan pertanyaan kepada para ulama.

Pertanyaan yang ia ajukan juga cukup serius. Yakni, bagaimana cara mencegah perpecahan yang kemungkinan terjadi antarumat beragama di Tanah Air. Pertanyaan yang dilontarkan Kapolri itu pun merujuk pada adanya beberapa negara Islam seperti Syiria, Afganistan, Pakistan, Yaman, yang tengah bergejolak. Apalagi, konflik yang terjadi di sana adalah melibatkan antarumat Islam.

Nah, itulah yang menjadi pemikiran Jendral Tito menyangkut dengan kondisi Indonesia. Sebab, siapa pun telah mengetahui Indonesia memiliki populasi jumlah penduduk yang sangat besar. Dan dari total jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 262 juta itu (data BKKBN Pusat, Juli 2017, red), mayoritas mereka berstatus Muslim.

photo
Kapolri Jendral Polisi Tito Karnavian.

Jelas, bagi siapa pun kepala keamanan di negeri ini, maka dia akan selalu mewaspadai sekecil apapun kejadian yang melibatkan suku, ras, agama, dan antargolongan (SARA). Sebab, bisa jadi 'riak-riak' dipermukaan itu bisa menjadi gelombang maha dahsyat jika tidak diantisipasi sedini mungkin.

"Mungkinkah konflik seperti di Syiria, Afganistan itu bisa terjadi di Indonesia, bagaimana kita bisa mencegahnya, bagaimana kira-kira khususnya, Kepolisian dapat mencegah itu," tutur Kapolri Tito kepada para ulama yang hadir di Majelis Az Dzikra.

Pihak Kepolian RI tidak mungkin tidak memiiki prosedur tetap (protap) dalam menangani setiap kejadian yang terjadi di lingkungan masyarakatnya. Sebab, kepolisian pun memiliki pasukan khusus dan kalangan intelejennya untuk mendeteksi dan menangani suatu kasus.

Namun, patut diapresiasi juga sikap Kapolri yang mengajukan sejumlah pertanyaan kepada para ulama di Majelis Az Dzikra tersebut. Kapolri jelas tak ingin, setiap penanganan kasus yang dan akan dilakukan anggotanya --terutama dalam kasus SARA maupun terorisme-- bisa berdampak luas yang menimbulkan kerusuhan lanjutan. Untuk itulah, Kapolri ingin mendapatkan masukan dari para ulama sebagai mitranya dalam menjaga kesatuan dan keutuhan NKRI.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement