REPUBLIKA.CO.ID, oleh Agung Sasongko*
Antara takjub, prihatin, dan geleng-geleng kepala, begitulah kesan saya melihat tayangan Mata Najwa di salah satu televisi swasta tadi Malam. Penjara yang identik dengan kesan suram, kumuh, nyaris sirna begitu melihat tayangan ekslusif tersebut.Tapi itu hanya terjadi pada mereka yang berduit alias narapidana korupsi. Lain hal mereka yang tak berduit, terima nasib saja.
Ruang tahanan tersebut, sepertinya lebih layak disebut kamar hotel berbintang ketimbang ruang tahanan. Tarifnya bila kita cek di aplikasi pencarian hotel rasanya tak mungkin di bawah 500 ribu. Karena memang terlihat lengkap fasilitasnya. Tempat tidur, tape, meja kerja, lemari makanan dan rak buku. Entah berapa nilainya bila dikonversi ke dalam bahasa lembaga pemasyarakatan. Silahkan cek sendiri?
Menjadi hak narapidana untuk memperoleh tempat dan makanan yang layak.Tapi kalau urusannya berbayar ini bahaya. Idealnya semua narapidana memiliki sel yang sama. Sederhana saja, apa iya tidak ada kecemburuan narapidana lain. Saya khawatir masalah ini akan membuncah di kemudian hari. Tunggu saja.
Saya jadi teringat dengan kisah Nabi Yusuf AS, salah seorang Rasul yang dikisahkan secara detail dalam Alqur`an, merasakan suasana penjara untuk beberapa saat bukan karena beliau berbuat salah. Beliau tanpa ragu pernah berdoa, penjara lebih disukai baginya.
Seperti tersurat dalam Surat Yusuf ayat 33. Yusuf berkata: "Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka), dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh."
Mengapa Yusuf memilih penjara? Ayat sebelumnya mengisahkan, Wanita itu berkata, "Itulah dia orang yang kamu cela aku karena (tertarik) kepadanya, dan Sesungguhnya aku telah menggoda dia untuk menundukkan dirinya (kepadaku) tapi dia menolak. Sesungguhnya jika dia tidak menaati apa yang aku perintahkan, niscaya dia akan dipenjarakan dan dia akan termasuk golongan orang-orang yang hina."
Ternyata Nabi Yusuf memilih penjara daripada memenuhi rayuan istri majikannya yang cantik serta kaya raya. Sungguhpun banyak mengalami ujian dan penderitaan, pada akhirnya, berkat kesabaran, doa dan pertolongan Allah SWT, Yusuf diangkat menjadi pembesar negara sebagai bendahara kerajaan.
Inilah buah dari ketaqwaan dan kesabaran seperti tersurat dalam Yusuf ayat 90. Mereka berkata: "Apakah kamu ini benar-benar Yusuf?". Yusuf menjawab: "Akulah Yusuf dan ini saudaraku. Sesungguhnya Allah telah melimpahkan karunia-Nya kepada kami". Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa dan bersabar, maka Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik."
Coba renungkan, penjara yang pada umumnya sebagai tempat penyiksaan bisa berubah menjadi tempat pembinaan, sekaligus perbaikan diri. Saya meyakini, banyak juga para narapidana yang akhirnya berubah. Tak terhitung kisahnya, narapidana memperoleh hidayah.
Salah satu ciri mereka yang memperoleh hidayah adalah hidupnya bermahkotakan rasa malu. Baik malu kepada Allah maupun makhluk Allah. Rasulullah pernah bersabda, Sesungguhnya kalimat kenabian pertama yang didapatkan manusia adalah: jika kamu tidak malu, berbuatlah sesukamu! (HR Abu Dawud).
Inilah yang terjadi di LP Sukamiskin. Tak malu, membayar sel untuk merasakan seperti tinggal di rumah. Tersenyum dan malah tertawa. Korupsi, suap-menyuap, seperti tidak merasa bersalah. Benarlah apa yang dikatakan Nabi di atas, Jika kalian tidak punya rasa malu, berbuatlah sekehendakmu.
Rasulullah mengingatkan kita untuk menumbuhkan dan membiasakan kembali rasa malu dalam diri kita. Kemudian melekatkan rasa ini selamanya. Ini penting agar kita terhindar dari perbuatan buruk. Sehingga tercipta perubahan yang lebih baik di masa depan.
Kalau punya sel mewah dan berbayar saja tidak malu, ketika keluar dari lembaga pemasyarakatan semakin luar biasa rasa tidak malunya.
Prof KH Didin Hafidhudin dalam tulisannya menyatakan, Ibadah-ibadah yang disyariatkan oleh ajaran Islam, seperti tergambar dalam rukun Islam, hakikatnya adalah membangun kesadaran beriman dan bertauhid, merasa terus-menerus dilihat dan diawasi Allah (muraqabah), sehingga akan merasa malu (karena Allah) jika melakukan perbuatan yang bertentangan dengan syariat dan ketentuan-Nya.
Rasulullah SAW, seperti diungkap HR Tirmizi dan Ibnu Majah, berpesan bahwa seorang hamba akan diuji sebanding dengan kualitas agamanya? Apabila agamanya begitu kuat maka semakin berat pula ujiannya. Jikalau agamanya lemah maka ia akan diuji juga sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa. Wallahualam.
*) Penulis adalah redaktur republika.co.id