Jumat 24 Aug 2018 08:24 WIB

PKS-PAN Dapat Apa dari Gerindra?

Meski sudah dapat capres dan cawapres, Gerindra masih mengajukan pengganti Sandiaga.

M. Hafil
Foto: Republika/Daan Yahya
M. Hafil

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Muhammad Hafil*

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN) kembali berkoalisi dengan Partai Gerindra. Koalisi ini sudah dimulai sejak Pilpres 2014 lalu dengan mengusung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

Meski kalah, ketiga partai ini kemudian kembali berkoalisi dengan nama Koalisi Merah Putih (KMP). Namun, selama empat tahun terakhir, hanya PKS yang tetap setia menjadi oposisi bersama Gerindra. PAN sendiri, sempat memutuskan untuk berpisah karena pada 2015 dengan bergabung bersama pemerintah Jokowi-JK. Satu tahun kemudian, PAN diberi jatah menteri yaitu menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dengan Asman Abnur sebagai menterinya.

Meski berpisah, PAN tetap melanjutkan koalisi di tingkat daerah. Yaitu, pada Pilkada DKI 2017 dengan mengusung Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Pada Pilpres 2019, PAN kembali bergabung dengan koalisi bersama PKS, Gerindra, ditambah Partai Demokrat yang pada 2014 tidak mengusung siapa-siapa. Koalisi empat partai ini mengusung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno setelah melalui penentuan yang alot.

Lalu, apa yang telah didapat oleh PKS-PAN khususnya etelah memutuskan kembali berkoalisi untuk Pilpres 2019? Untuk cawapres, PKS-PAN harus mengalah dari Gerindra. Di mana, Gerindra seperti berkuasa untuk menentukan capres-cawapresnya. Yaitu, Prabowo-Sandi yang kedua-duanya berasal dari Partai Gerindra.

Memang, nama Prabowo Subianto yang paling terkuat sebagai capres penantang Jokowi dari berbagai survei. Sehingga wajar jika koalisi empat parpol itu memutuskan Prabowo sebagai capresnya. Apalagi, rekomendasi ijitima Gerakan Nasional Pembela Fatwa Ulama (GNPF Ulama) merekomendasikan nama Prabowo sebagai capres.

Tetapi untuk cawapres, PKS-PAN tidak mendapat apa-apa padahal keduanya telah berupaya maksimal menyodorkan kadernya masing-masing untuk mendampingi Prabowo. Sembilan nama yang disodorkan PKS mulai dari Ahmad Heryawan (Aher) hingga Habib Segaf Salim Al Jufri seperti tidak digubris oleh Prabowo. Padahal, nama Segaf Salim Al Jufri direkomendasikan sebagai cawapres oleh GNPF Ulama.

Sedangkan PAN, juga sempat ngotot ingin menjadikan Ketua Umumnya Zulkifli Hasan sebagai cawapres Prabowo. Akhirnya, kedua partai inipun harus mengalah kepada Sandiaga Uno yang merupakan cawapres dari kader Gerindra.

Untuk penentuan wakil gubernur DKI Jakarta, di mana Sandiaga Uno yang sebelumnya menduduki posisi itu kemudian melepaskannya setelah menjadi bakal cawapres, PKS-PAN juga belum jelas apakah bisa mendapatkan posisi itu. Apalagi, Gerindra juga ngotot untuk menjadikan kadernya yaitu M Taufik sebagai pengganti Sandiaga Uno di kursi DKI-2.

Padahal, berdasarkan aturan KPU, partai pengusung gubernur-wakil gubernur terpilih berhak mengusulkan kadernya untuk menggantikan gubernur-wakil gubernur terpilih yang memutuskan untuk mundur di tengah jalan. Seperti diketahui, Anies Baswedan-Sandiaga Uno adalah pasangan gubernur-wakil gubernur yang diusung Gerindra, PKS, dan PAN pada Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu.

Namun, ketiga partai itu, belum memutuskan siapa pengganti Sandi. Jika Gerindra mengusulkan M Taufik atau kader lainnya sebagai wagub DKI, PKS juga tengah mengusulkan kadernya untuk menduduki posisi itu. Di antaranya adalah Mardani Ali Sera dan Ahmad Heryawan.

Kalaupun nanti wakilnya dari PKS, maka itu sepertinya tidak gratis. Beredar kabar jika jika wakilnya berasal dari PKS, maka Gerindra mengajukan syarat. Yaitu, Anies Baswedan menjadi kader Partai Gerindra. Seperti diketahui, meski diusung oleh ketiga partai, namun Anies bukanlah salah satu kader ketiga partai tersebut.

Sementara PAN, meski tidak sengotot PKS, tetapi menyatakan siap jika kadernya dipilih menjadi wagub DKI.  Wasekjen PAN, Faldo Maldini  bahkan melontarkan nama Zulkifli Hasan sebagai pengganti Sandiaga Uno.

Momen terakhir adalah soal ketua tim pemenangan Prabowo-Sandi pada Pilpres 2019. Meski ketua tim belum ditentukan, namun sudah hampir final nama Djoko Santoso yang merupakan mantan Panglima TNI dan sekarang menjabat sebagai anggota Dewan Pembina Partai Gerindra menjadi ketuanya.

Nama Djoko juga diusulkan langsung oleh Prabowo Subianto. Padahal, PKS-PAN juga menyodorkan nama kadernya sebagai ketua tim pemenangan Prabowo-Sandi. PAN menyodorkan nama Ahmad Heryawan dan Mardani Ali Sera sedangkan PAN mengusulkan nama Zulkifli Hasan.

Di antara PKS, PAN, dan Demokrat, hanya PKS yang paling setia dengan Gerindra pascapilpres 2014. Karena, PKS tidak tergoda masuk ke pemerintahan Jokowi-JK dibanding PAN yang pada 2015 memutuskan bergabung dengan Jokowi-JK dan mendapatkan jatah menteri Pendayaagunaan Araptur Negara dan Reformasi Birokrasi yang dijabat oleh Asman Abnur pada 2016. Sedangkan Demokrat, lebih senang jalan sendiri sebelum menentukan bergabung untuk Pilpres 2019 pada 2018.

Dari ketiga momen itu yang merupakan fase awal Pilpres 2019 ini, nampaknya Gerindra masih mendominasi. Gerindra kurang memberikan peran dan ‘jatah’ perjuangan kepada PKS-PAN.

Jika awalnya saja sudah begini, bagaimana nanti jika Prabowo-Sandi terpilih menjadi presiden-wakil presiden. Jika belum berkuasa saja sudah mendominasi, bagaimana jika nanti sudah berkuasa. Bukan tidak mungkin, jatah menteri akan dikuasai semua oleh Gerindra.

*) Penulis adalah redaktur republika.co.id

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement