REPUBLIKA.CO.ID, oleh Friska Yolandha*
Tidak dapat dipungkiri, teknologi telah merambah hampir semua sektor kehidupan. Pemanfaatan teknologi informasi menjadi peluang untuk meningkatkan kinerja segala sektor, termasuk keuangan.
Teknologi finansial (financial technology/fintech) dipercaya dapat meningkatkan performa industri keuangan dan pasar modal nasional. Melalui fintech, pemerintah meyakini dapat menambah jumlah investor di Indonesia, terutama investor ritel dari generasi milenial.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djayadi mengatakan, masifnya perkembangan digital saat ini berdampak positif bagi kemajuan pasar modal Indonesia. Kemunculan bisnis perdagangan berbasis elektronik dan aplikasi membuat akses masyarakat semakin cepat dan mudah. Berinvestasi kini semudah berbelanja. Ibaratnya, dengan sentuhan jari, apapun dapat diraih.
Dulu, membeli saham harus mengontak pialang terlebih dahulu, mengecek harga saham di koran, dan waktu tunggu yang cukup lama. Hari ini, beli saham seperti beli bawang. Ingin yang mana tinggal buka aplikasi, beli dengan penawaran tertentu, jika cocok, saham pun di tangan.
Segala kemudahan itu diharapkan dapat menambah jumlah investor pasar modal dan reksa dana. Apalagi, membeli reksa dana atau saham tak lagi mahal. Investasi bisa dimulai dari Rp 100 ribu.
Generasi milenial (usia 18-25 tahun) diakui sudah banyak yang berinvestasi di pasar modal. Pertumbuhannya pun fantastis, yaitu 108,75 persen per September 2018. Pertumbuhan ini tergolong tinggi dibandingkan golongan tua (usia 40 tahun ke atas) yang hanya 19,66 persen. Per akhir Juli 2018, BEI mencatat jumlah investor di pasar modal sebanyak 1.369.810 single investor identification (SID).
Namun demikian tingkat literasi dan inklusi keuangan sektor pasar modal masih relatif rendah. Dari hasil survei OJK pada 2016, indeks literasi keuangan sektor pasar modal hanya sebesar 4,4 persen dan indeks inklusi keuangan di sektor pasar modal hanya sebesar 1,25 persen. Untuk itu, pemerintah perlu terus melakukan sosialisasi kepada generasi muda untuk berinvestasi di pasar modal. Apalagi, pasar modal merupakan sumur dana terbesar yang bisa dimanfaatkan industri untuk mengembangkan usahanya. Namanya saja pasar modal.
Deputi Bidang Pengembangan BEI Hasan Fawzi mengatakan, sosialisasi dapat dilakukan dengan menggandeng komunitas. Saat ini, milenial sudah bosan dengan edukasi satu arah. Dalam komunitas, diskusi dapat dilakukan dua arah. Dengan begitu, milenial mendapat informasi yang baik dan mendorong mereka untuk berinvestasi.
Mengapa milenial perlu berinvestasi? Dari segi regulator, milenial dapat mendorong pertumbuhan investor ritel. Meskipun ritel membelinya sedikit-sedikit, tapi kalau ada minimal 10 juta investor ritel, tentu nilainya bisa menyamai investor korporasi.
Dari sisi milenial, mereka perlu didorong berinvestasi mengingat tren gaya hidup mereka yang cenderung hedon. Anak-anak masa kini seringnya menghabiskan waktu untuk traveling demi konten di Youtube atau Instagram dan hang out di kedai kopi. Gaya hidup ini tidak linier dengan persaingan yang semakin ketat. Tanpa pandai mengelola keuangan untuk masa depan sedari dini, milenial bisa jadi berakhir tak punya tempat tinggal atau lebih parah, penghasilan.
*) Penulis adalah redaktur Republika.co.id