Sabtu 09 Nov 2019 10:09 WIB

Bidik Target yang Realistis Saja, Pak Iwan!

Iwan Bule, Ketua PSSI terpilih mencanangkan tiga target yang bikin geleng kepala.

Red: Karta Raharja Ucu
Wartawan Republika, Israr Itah
Foto: Dok, Pribadi
Wartawan Republika, Israr Itah

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Israr Itah, wartawan Republika

Akhir pekan lalu para pewarta sepak bola Tanah Air dibuat riuh oleh pelaksanaan Kongres PSSI yang memilih ketua umum dan wakilnya, serta anggota komite eksekutif (Exco). Di grup Whatsapp kami, bermunculan pesan terkait kongres ini. Mulai membicarakan calon-calon yang akan bertarung, kekurangan dan kelemahan mereka, visi misi yang diusung, hingga tebak-tebakan calon yang bakal terpilih. Tentu saja, ada yang serius, kebanyakan dibumbui canda. Pada akhirnya, perkiraan mayoritas kami bahwa Komjen Pol Mochamad Iriawan akan terpilih tanpa adangan berarti terbukti.

Iwan Bule, sapaannya, hampir mendapatkan suara mutlak dengan 82 dari 86 pemilik suara di kongres memilihnya. Karena sudah menduga ini bakal terjadi, diskusi (lebih mengarah ke obrolan warung kopi) kemudian bergerak ke target-target fantastis cenderung kurang realistis dari Iwan Bule. Apalagi kalau bukan soal prestasi tim nasional. Iwan mencanangkan Indonesia juara Asia Tenggara pada 2020, juara Asia 2023, dan kemudian lolos ke Piala Dunia 2026. Tiga target yang bikin geleng-geleng kepala.

Mari kita kupas sedikit soal ini. Untuk menjadi juara Asia Tenggara pada 2020 saya anggap masih merupakan target realistis walau tak mudah. Ibarat lari jarak jauh, Vietnam dan Thailand sudah mulai bergerak meninggalkan kita cukup jauh.

Malaysia hanya terpaut beberapa langkah, tapi belum juga bisa disamai apalagi dilampaui. Masih ada Myanmar dan Singapura yang berjarak tipis-tipis dari Indonesia. Kualifikasi Piala Dunia 2022 jadi bukti betapa negara-negara tetangga kita sudah mulai memetik hasil program pengembangan sepak bola terencana mereka.

Tapi bukan berarti kita tidak bisa mengalahkan mereka. Toh kita juga kerap masuk final Piala AFF sebelumnya sebelum tumbang di partai puncak. Bila menemukan pelatih pas berkualitas, pemain yang dipersiapkan dengan baik fisik dan mentalnya, serta terbantu undian berada di grup yang lebih ringan, peluang untuk juara masih tetap terbuka dan realistis. Okelah, sungguh baik menjaga optimisme tinggi seperti Pak Iwan.

Tapi setelah menjadi juara Asia Tenggara langsung melompat menaklukkan Asia dalam tiga tahun sungguh sulit dibayangkan. Bagaimana bisa sebuah tim sepak bola negara Asia yang tak berlaga dalam tiga penyelenggaraan terakhir (dua kali karena gagal lolos kualifikasi dan sekali karena sanksi FIFA) bisa langsung tampil sebagai juara saat kembali ikut serta untuk kali pertama? Padahal dari empat keikutsertaan sebelumnya, prestasi terbaik kita hanya kandas di fase grup.

Untuk jadi juara, kita harus melewati tim-tim super Asia yang sudah langganan bermain Piala Dunia seperti Korea Selatan, Jepang, Australia atau Iran. Masih ada tim-tim Timur Tengah seperti Arab Saudi, Bahrain, atau juara Piala Asia edisi 2019, yakni Qatar.

Bila mengacu pada langkah Qatar menjadi juara, tuan rumah Piala Dunia 2022 ini menyisihkan Lebanon dan Korea Utara di fase grup. Berturut-turut Qatar menang atas Irak, Korea Selatan, Uni Emirat Arab, hingga menaklukkan Jepang di partai puncak.

Juara Piala Asia 2019 merupakan pencapaian terbaik Qatar setelah sebelumnya mencapai perempat final pada 2000 dan 2004.

Berapa lama Qatar menyiapkan tim hingga jadi juara pada 2019? Kita bisa mundur pada 2004 saat Emir Qatar mengeluarkan dekrit tentang pembiayaan pusat akademi olahraga bernama Aspire Academy yang dibiayai pemerintah. Aspire Academy menarik bibit atlet-atlet andal dan mengembangkan mereka untuk mencapai prestasi. Pada saat yang sama, para atlet juga diberikan pendidikan yang layak.

Aspire Academy punya Aspire Dome yang dibuka setahun kemudian, yakni fasilitas olahraga yang bisa memainkan 13 cabang olahraga utama dan populer tanpa terganggu oleh cuaca. Tentu saja sepak bola termasuk di dalamnya. Aspire kemudian membeli tim Belgia KAS Eupen pada 2012 untuk membantu perkembangan pemainnya.

Baru 10 tahun setelah pembukaan Aspire Academy, Qatar memetik hasilnya. Tim Qatar U-19 juara Piala Asia U-19 di Myanmar, bermaterikan para student athlete ini. Tim juara di level junior ini dipertahankan dan diperbaiki hingga lima tahun berselang berhasil menjuarai Piala Asia 2019, pertama dalam sejarah mereka.

Dalam perjalanan menuju juara itu, Aspire membeli tim Spanyol Cultural Leonesa pada 2015. Pada 2017, tim Spanyol lainnya, Atletico Astorga mengumumkan kerja sama dengan Aspire Academy untuk mengakomodasi pemain dari Qatar bermain di sana. Pada Januari 2018, kerja sama serupa dijalin dengan Leeds United di Inggris.

Jadi, ada tahapan panjang yang dilalui Qatar sebelum berhasil mengangkat trofi dengan menyingkirkan tim-tim mapan Asia yang iklim sepak bolanya sudah sangat sehat tersebut. Itu pun menghabiskan dana tak sedikit.

Entah apa program Pak Iwan untuk Indonesia bisa juara Piala Asia. Mungkin beliau terinspirasi Irak yang menjuarai Piala Asia 2007, padahal negerinya tengah kacau balau dilanda perang. Berharap Indonesia bisa mencatatkan kisah dongeng menjadi nyata seperti negara kaya minyak itu dengan segala kekurangannya. Entahlah!

Terakhir, berlaga di Piala Dunia 2026. Ini artinya PSSI hanya punya empat tahun untuk menyiapkan tim dari sekarang agar bisa lolos ke Piala Dunia Kanada, Meksiko, dan Amerika Serikat. Benar, FIFA akan menambah peserta putaran final Piala Dunia menjadi 48 tim pada 2026. Asia akan mendapatkan kuota 8,5 negara dari semula 4,5 atau bertambah 47 persen. Angka 0,5 merujuk pada jatah tidak lolos otomatis tapi harus menjalani fase play-off dengan konfederasi lain.

Bila saat ini zona Asia menggunakan tiga fase penyisihan untuk menentukan tim yang lolos ke Piala Dunia 2022, belum diketahui format yang akan dipakai selanjutnya. Secara matematis jelas peluang Indonesia dan tim-tim lain untuk lolos bertambah, namun seberapa besar untuk menggapai mimpi tersebut? Kembali, butuh tim yang solid, undian bagus, serta keberuntungan yang amat sangat besar untuk bisa mencatatkan sejarah ini.

Trust the process! Kalimat yang dipercayai para pelaku olahraga dunia ini tampaknya harus diingat kembali oleh Pak Iwan. Jepang yang sudah langganan berlaga di Piala Dunia saja sudah jauh-jauh hari membuat cetak biru mewujudkan mimpi juara Piala Dunia pada 2050.

Pemerintah China juga melakukan hal serupa untuk mengatrol prestasi sepak bola mereka. Pada 2016, China meluncurkan program meningkatkan jumlah pemain sepak bola di China menjadi 50 juta orang dalam masa 10 tahun, termasuk 30 juta di antaranya siswa. Ratusan guru TK dilatih, bekerja sama dengan Asosiasi Sepak Bola Inggris (FA), agar mereka bisa mengendus bakat muda pesepak bola dan membimbingnya sejak masih kanak-kanak.

China juga sudah menghabiskan banyak dana di bidang sepak bola dalam beberapa tahun terakhir, dengan mendatangkan para bintang dan pelatih kaliber internasional. China ingin menjadi salah satu negara super sepak bola dan berharap menjadi juara dunia pada 2050.

Program yang didukung penuh oleh Presiden Xi Jinping ini saja masih dianggap terlalu muluk, padahal ada waktu yang amat panjang menuju ke sana. Rasanya, China lebih pantas mendapatkan tiket lolos ke Piala Dunia 2026 mendampingi para tim kuat Asia dibandingkan kita. Masih ada tim-tim tangguh lain dari Timur Tengah atau Uzbekistan yang juga lebih layak.

Jadi, saran saya, daripada menggapai mimpi yang tak jelas, Pak Iwan lebih baik fokus memenuhi target realistis yang lebih terukur. Dalam jangka pendek mungkin bisa membangun kompleks latihan bagi timnas yang representatif. Kemudian memperbaiki iklim sepak bola dalam negeri menjadi lebih kondusif.

Dengan posisinya sebagai petinggi Polri, Pak Iwan mungkin bisa membuat jadwal kompetisi sepak bola kita lebih teratur tanpa diwarnai penundaan atau laga usiran. Lebih baik lagi, tak ada jadwal padat yang menyiksa pemain demi menyenangkan sponsor.

Pak Iwan juga bisa memperbanyak pelatih bersertifikat yang bersinergi untuk mengembangkan sepak bola di level grass root. Ah...banyak sekali yang beliau bisa lakukan dan saya sangat yakin ia sangat paham dan mampu melakukannya. Apalagi, Pak Iwan saat ini dibantu para Exco yang sebagian besar sudah bertahun-tahun bercokol menjadi pengurus di PSSI. Mereka pasti akan memberikan masukan terbaik, mendukung dan membantu langkah Pak Iwan menjadikan sepak bola Indonesia lebih baik.

Jadi, daripada memikirkan juara Asia dan masuk Piala Dunia, mending bidik target yang lebih realistis saja dulu Pak. Selamat bekerja, Pak Iwan!

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement