REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ani Nursalikah*
Banjir di tahun baru yang menerjang Jakarta, Bekasi, Tangerang, hingga Lebak membuat masyarakat tak berkutik dan memaksa ribuan warga mengungsi. Posko-posko pengungsian didirikan. Tidak luput pula masjid menjadi tempat tinggal sementara warga.
Tentu saja itu berlaku untuk masjid yang juga tidak ikut terendam banjir. Di Ciledug, Tangerang misalnya, sekitar 400 warga mengungsi ke Masjid Al-Irsyad.
Ketua Harian Dewan Masjid Indonesia (DMI) Syafruddin mengatakan masjid di wilayah yang tidak terdampak banjir dapat menjadi tempat masyarakat untuk berlindung. Menurut Syafruddin, DMI memberi dukungan penuh kepada masjid-masjid yang memberikan bantuan kepada warga korban banjir.
Sudah lazim, masjid bukan hanya menjadi tempat ibadah. Masjid juga memiliki fungsi sosial terhadap masyarakat.
Masjid yang dibangun Rasulullah SAW pada masa awal Islam memiliki banyak fungsi sehingga masyarakat Muslim dapat berkembang. Almarhum Imam Masjid Istiqlal Ali Mustafa Yaqub menyebutkan lima fungsi masjid di zaman Rasulullah SAW, yakni sebagai tempat ibadah dan pembelajaran. Selain itu, masjid juga berfungsi sebagai tempat musyawarah, merawat orang sakit, dan asrama.
Namun, fungsi sebagai tempat merawat orang sakit dan asrama dirasa sudah tidak cocok jika diterapkan di zaman sekarang. Pada zaman Rasul masjid merupakan asrama untuk ratusan pelajar suffah.
Dari Utsman bin Yaman, ia berkata, “Ketika para Muhajirin membanjiri kota Madinah tanpa memiliki rumah dan tempat tinggal, maka Rasulullah SAW menempatkan mereka di masjid dan beliau menamai mereka dengan Ashabush Shuffah. Beliau juga duduk bersama mereka dengan sikap yang sangat ramah”. (HR. Baihaqi).
Di zaman Rasulullah, masjid juga menjadi tempat menyambut utusan. Salah satunya ketika Rasulullah menyambut utusan dari Nasrani Najran. Ketika itu, jumlah rombongan 60 orang dengan 14 pembesar Nasrani di dalamnya. Mereka dipersilakan masuk ke dalam masjid dengan menggunakan jubah kenasranian mereka dan berdialog dengan Rasul mengenai Nabi Isa.
Imam Besar Masjid Istiqlal Prof KH Nasaruddin Umar mengatakan di zaman Rasulullah masjid bahkan berfungsi sebagai kantor pengadilan pidana perdata, balai pertemuan untuk acara pernikahan, akikah, dan kematian. Masjid juga jadi tempat pertemuan lintas agama. Dia mengungkapkan menara masjid digunakan juga untuk melihat rumah-rumah penduduk yang tidak berasap dapurnya.
Dari sini jelas masjid memiliki manfaat bagi masyarakat di sekitarnya. Sayangnya, masih ada sebagian masyarakat yang menganggap masjid hanya boleh dipakai untuk ibadah.
Namun, jangan sampai juga kesakralan masjid sebagai tempat ibadah berkurang. Masjid tetap mempunyai fungsi utama sebagai tempat beribadah. Alangkah baiknya jika fungsi-fungsi tersebut dijalankan, dengan begitu kita turut memakmurkan masjid.
Umat Islam di Indonesia memiliki lebih dari 900 ribu masjid. Jika ditambah dengan mushala dan langgar jumlahnya mencapai dua juta. Saking banyaknya, Raja Salman pernah dibuat tak percaya karena jumlah masjid di Arab Saudi bahkan tak sebanyak itu.
Ada satu hal yang penulis sayangkan terkait masjid. Kita getol membangun masjid, namun dari segi perawatannya kurang diperhatikan. Hal yang paling menonjol adalah kurangnya kebersihan di beberapa masjid atau mushala. Misalnya, kebersihan ruang shalat, kebersihan toilet, dan mukena.
Menurut penulis, ini menjadi pekerjaan rumah bersama. Tentu ada banyak kompleksitas di sekitarnya. Membangun masjid juga diperlukan untuk memudahkan umat Muslim beribadah, terutama di daerah terpencil.
Namun, merawat masjid yang sudah dibangun juga membutuhkan komitmen jangka panjang. Tak lain tujuannya agar umat betah di masjid sehingga masjid pun menjadi semarak.
Karena itu, masyarakat di sekitar masjid juga perlu diberdayakan. Masyarakat perlu diajak terlibat merawat masjid dan menjalankan fungsi masjid seperti yang disebut di atas.
Memberdayakan masjid juga berarti memberdayakan masyarakat di sekitarnya. Misalnya, dengan membuka supermarket di kawasan masjid. Supermarket bisa membuka peluang pekerjaan bagi masyarakat dan masjid pun bisa mandiri.
*) penulis adalah jurnalis republika.co.id