Jumat 09 Nov 2012 07:00 WIB

Forward Obama! Forward Indonesia!

Nasihin Masha
Foto: Republika/Daan
Nasihin Masha

REPUBLIKA.CO.ID,Oleh Nasihin Masha

Pada pukul 20.16, Selasa (6/11), ketika warga Amerika Serikat bersiap untuk esok harinya menuju bilik suara, Barack Obama, melalui akun @BarackObama mengirimkan pesan kepada 22.700.736 followersnya. Pesannya pendek saja: four more years. Namun bukan itu benar yang paling bermakna. Dia menyertakan sebuah foto dirinya sedang memeluk istrinya, Michelle. Tubuh Obama menghadap kamera dan istrinya membelakangi kamera. Pelukan itu begitu erat. Mata Obama terpejam. Ada kelembutan dan kasih sayang. Pesan Obama jelas: sayang istri.

Tweet itu segera saja diretweets, hingga kemarin ada 777.574 retweets. Namun kemudian diretweets lagi secara berantai. Sebuah situs memberitakan angkanya lebih dari 500 juta retweets. Angka ini dicatat sebagai yang tertinggi sepanjang masa, bahkan mengalahkan tweet Justin Bieber. Pemilih perempuan adalah salah satu faktor kunci kemenangan Obama. Seorang aktivis perempuan, Kristin Rowe-Finkbeiner, adalah salah satu pendukung beratnya. “Presiden Obama telah berdiri untuk wanita, ibu, dan keluarga mereka. Dan dalam pemilu ini giliran kami yang berdiri untuknya,” kata direktur eksekutif MomsRising itu. Obama dan Michelle memang sangat peduli terhadap isu-isu perempuan dan keluarga. Misalnya soal hak reproduksi dan akses pada kesehatan. Sikap sebaliknya justru diperlihatkan pesaingnya, Mitt Romney.

Faktor lain kemenangan Obama adalah karena dia berhasil mendapat dukungan dari pemilih muda dan pemilih imigran. Obama adalah orang yang sangat getol menggarap pemilih pemula lewat twitter. Dia pernah satu panggung dengan Bieber, ataupun memiliki kedekatan dengan artis yang digandrungi anak muda. Kebijakannya yang proimigran, terutama kaum Hispanik, membuat dirinya mendapat dukungan dari mereka. Warga Hispanik yang memiliki hak pilih diperkirakan mencapai 24 juta orang. Kerusakan ekonomi yang ditinggalkan George W Bush, presiden sebelum Obama, juga menjadi keuntungan tersendiri baginya. Bush satu partai dengan Romney. Tak hanya itu, kebijakan agresif Bush dalam menebar perang juga ikut memberi andil pada kemenangan Obama. Semua kebijakan Bush itu belum bisa dimaafkan publik Amerika.

Isu Suriah dan Iran memberi keuntungan bagi Obama. Publik Amerika membayangkan jika Romney menang dia akan mengirim tentara dan mengobarkan perang dengan dua negara itu. Itu artinya membuang uang dan kematian anak muda Amerika di medan perang. Dalam memulihkan ekonomi dalam negeri, Obama jelas membebankannya pada orang kaya melalui pajak yang tinggi. Mereka inilah para pendukung Partai Republik. Sebaliknya ia memberikan fasilitas pelayanan dan kemudahan bagi warga miskin.

Harus diakui Obama adalah seorang pribadi yang ramah, hangat, energik, dan dikaruniai ekspresi wajah yang memberi kesan jujur serta bisa dipercaya. Saat pidato, ia tak pernah mengangkat tangannya melebihi kepalanya. Ia selalu berlari kecil saat menuju podium. Bahasa tubuh itu mengabarkan kesabaran dan kesigapan; mengayomi yang sedang dirundung krisis dan siap bekerja keras. Latar belakang keluarganya juga menggambarkan hal itu. Lahir dari seorang ayah imigran yang mati muda, ibu yang menjadi pekerja sosial, dan berasal dari Hawaii yang jauh di Pasifik. Perjalanan hidupnya memperlihatkan tahapannya yang sistematis. Ia lahir dari keluarga biasa. Sekolah di tempat paling bergengsi, Harvard Law School, yang membangun eksistensinya. Lalu menjadi pengacara pokrol bambu untuk membangun simpati dan popularitas. Dengan cepat ia meloncat menjadi senator. Belum satu periode dan ketika di puncak popularitasnya, ia langsung maju menjadi calon presiden. Sedangkan Romney adalah anak keluarga kaya, seperti halnya Bush. Kariernya dimulai sebagai gubernur, sebagaimana ayahnya. Wajahnya terlalu klimis untuk berlumur keringat di tengah keterpurukan ekonomi Amerika.

Namun kita tak boleh meninggalkan satu faktor lagi: dana kampanye Obama yang berlimpah. Biaya kampanyenya diperkirakan mencapai satu miliar dolar AS. Sedangkan Romney diperkirakan 'hanya' menghabiskan 750 juta dolar AS, sama dengan yang dihabiskan Obama pada pemilu 2008. Walau dana berlimpah, tapi Obama belum melupakan Indonesia. Tema kampanyenya adalah Forward, yang jika diterjemahkan bebas adalah Lanjutkan. Persis dengan tema kampanye SBY pada pemilu 2009. Di pemilu 2008 pun begitu. Temanya adalah Yes, We Can. Mirip tema kampanye SBY pada 2004: Bersama Kita Bisa.

Namun ikatan emosional Obama dengan Indonesia belum banyak kita manfaatkan. Kita sudah memberikan banyak konsesi migas Indonesia pada Amerika, namun investasi mereka di Indonesia masih jauh lebih kecil dibandingkan investasi mereka di Malaysia. Tak hanya itu, di masa Obama minyak sawit mentah (CPO) Indonesia terhalang masuk pasar negeri itu. Ini tentu tragedi. Kebijakan Obama yang berbau sosialistik akan cenderung proteksionis terhadap pasar dalam negerinya. Karena sebelumnya, produk tekstil Indonesia juga terkena larangan masuk. Mereka juga tak segan-segan menghentikan ekspor buah-buahannya seperti apel hanya karena Indonesia mengurangi pintu masuk buah impor. Bagi Amerika, Indonesia hanyalah pasar. Bukan mitra ekonomi yang penting dan sejajar. Wajah humanis Obama adalah bagian dari jawaban rakyat Amerika untuk menanggulangi problem ekonomi dan sosial yang sedang membelit negeri itu.

Kita harus merapikan dalam negeri Indonesia. Harus ada konsolidasi di bidang hukum, birokrasi, kepartaian, dan patriotisme ekonomi. Setelah itu kita siap berbisnis dengan Amerika secara benar. Mari kita tweet Forward Indonesia untuk dunia.

sumber : Resonansi
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement