REPUBLIKA.CO.ID, Penipuan calon jamaah umrah oleh First Travel hampir bisa dipastikan merupakan skandal terbesar dalam sejarah perjalanan ke Tanah Suci untuk ibadah haji dan/atau umrah. Sepanjang sejarah perjalanan haji dan umrah, nampaknya belum pernah ditemukan skandal demikian masif.
Lihatlah korban First Travel. Jumlah jamaah calon jamaah haji dan umrah yang satu dan lain hal terkait biro perjalanan haji (khusus) dan umrah ini antara Desember 2016-Mei 2017 terdaftar 72.682 orang—kira-kira sepertiga jumlah jamaah haji Indonesia 2017. Sebagian kecil mereka berhasil diberangkatkan; tetapi yang gagal pergi jauh lebih banyak lagi.
Dana yang ‘menguap’ dalam skandal First Travel juga tidak sedikit; menurut Polri sejak 2011 sampai 2017 lebih empat triliun rupiah. Seperti dilaporkan media, sebagian besar dana calon jamaah itu dihabiskan pemilih First Travel untuk berfoya-foya membeli/membangun rumah super mewah, investasi, jalan-jalan ke Eropa dan Amerika, biaya fashion show di London, New York dan sebagainya.
Penipuan calon jamaah haji atau umrah bukan hal baru di Indonesia. Meski selalu jatuh banyak korban, skandal penipuan perjalanan ibadah ini selalu terjadi dari waktu ke waktu.
Pada zaman Belanda, khususnya sejak 1880-an setelah pemerintah kolonial melonggarkan restriksi perjalanan ke Tanah Suci, terjadi ‘ledakan’ jumlah jamaah haji. Hasilnya sejak awal abad 20 sampai sekarang, Indonesia merupakan negeri pengirim jumlah calon jamaah haji terbesar di dunia.
Antusiasme kaum Muslim Nusantara pergi naik haji di masa itu—apalagi di masa kini—segera menciptakan ‘pasar’ lukratif (sangat menguntungkan bagi mereka yang memang ingin menangguk keuntungan besar. Maka, sejak akhir abad 19 juga bermunculan agen dan calo yang menjanjikan kemudahan pergi naik haji dan umrah.
Seperti kemudian terjadi, banyak calon jamaah haji menjadi korban. Sebagiannya menjadi penipuan telanjang; sebagian lagi karena kegagalan agen dalam melakukan pengurusan visa dan transportasi. Akibatnya, banyak calon jamaah haji terlunta-lunta di berbagai pelabuhan, khususnya di Singapura. Mereka ini kemudian dijuluki sebagai ‘haji Singapur’.