Senin 02 Oct 2017 06:00 WIB

Kehebohan Perempuan Saudi Boleh Nyetir Mobil

Ikhwanul Kiram Mashuri
Foto: Republika/Daan
Ikhwanul Kiram Mashuri

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ikhwanul Kiram Mashuri

Perempuan boleh menyetir mobil? Di banyak negara tentu sudah biasa. Tak ada yang istimewa. Tidak ada hebatnya. Namun, tidak bagi Arab Saudi yang rajanya berjuluk Khadimu al Haramain alias Pelayan Dua Tempat Suci. Perempuan menyetir mobil adalah sesuatu yang mewah. Bahkan selama puluhan tahun hanya sebuah mimpi. Sejumlah perempuan yang memaksakan diri mengemudi mobil telah ditangkap, lalu dipenjara atau didenda.

Persoalannya, tidak sedikit ulama setempat yang masih menentang atau bahkan mengharamkannya. ‘’Kaum perempuan terlalu bodoh mengendarai mobil,’’ kata seorang ulama. ‘’Perempuan menyetir mobil akan merusak agama,’’ ujar yang lain. ‘’Perempuan menyetir mobil akan mendekatkan masyakat ke neraka,’’ sambung yang lainnya lagi.

Tidak ada penjelasan lebih jauh alasan mengapa perempuan menyetir mobil bisa merusak agama dan mendekatkan masyarakat ke neraka. Atau mengapa di Saudi perempuan dilarang menyetir mobil, sedangkan negara Islam yang lain memperbolehkannya.

Karena itu, ketika pada Selasa pekan lalu (26/09) Raja Salman bin Abdul Aziz mengeluarkan dekrit yang memperbolehkan kaum perempuan menyetir mobil, terjadilah kehebohan. Kehebohan yang disebabkan oleh perasaan suka cita masyarakat. Laki-laki, perempuan, tua, muda, akademisi, pengamat, orang-orang di kedai kopi dan perkantoran, dan seterusnya.

Dekrit itu juga menjadi perbincangan ramai di berbagai media lokal dan internasional selama berhari-hari hingga kemarin. Baik cetak, televisi, maupun online. Juga, dan terutama, di media sosial. Hampir semuanya menyambut dengan suka cita keputusan sang raja dan sang putra mahkota.

Mereka menyebutnya hari yang bersejarah. Yang lain mengatakan, perubahan ternyata bisa terjadi setelah masyarakat berputus asa selama bertahun-tahun. Menurut mereka, keputusan itu akan memiliki dimensi ekonomi dan sosial yang sangat positif.

Dekrit sang raja ternyata bukan hanya menjadi eforia di dalam negeri, namun juga mendapat sambutan positif dari sejumlah pemimpin dunia. Dari Sekjen PBB Antonio Guterres, Presiden AS Donald Trump, Perdana Menteri Inggris Theresa Mae, hingga pegiat HAM internasional dan lainnya.

Lalu mengapa keputusan perempuan boleh menyetir mobil bisa jadi heboh?  Pengharaman perempuan mengemudi mobil ternyata dianggap sebagai salah satu bentuk pengekangan kehidupan kaum perempuan di Saudi selama ini. Dengan diizinkannya perempuan menyetir diharapkan larangan-larangan lain yang membelenggu kebebasan mereka akan dilonggarkan atau terlonggarkan dengan sendirinya.

Di antara berbagai larangan yang selama ini dianggap membelenggu perempuan  adalah adanya sistem perwalian yang sangat ketat. Misalnya, perempuan tidak diperbolehkan bepergian tanpa izin wali laki-laki. Wali di sini bisa ayah atau suami atau saudara laki-laki mereka. Bahkan wali itu bisa juga anak laki-laki bila si perempuan sudah tidak mempunyai ayah, suami, dan saudara laki-laki.

Hal lainnya yang harus mendapatkan izin dari sang wali adalah menikah meskipun janda, membuat paspor, bepergian ke luar negeri, membuka rekening bank, berbisnis, dan masuk perguruan tinggi serta memilih jurusan atau fakultas. Bahkan ketika perempuan meninggalkan penjara pun harus seizin wali.

Selanjutnya, mereka juga tidak diizinkan ‘berpakaian untuk kecantikan’. Mereka harus menutupi rambut, tubuh, dan wajah di depan umum. Mereka  harus membatasi kedekatan fisik dengan pria lain. Karena itu, di banyak tempat, seperti di kantor, bank, universitas, dan tempat-tempat pelayanan umum lainnya, mereka dipisahkan dengan lawan jenis.

Berbagai aturan itulah yang selama ini dianggap telah membelenggu kehidupan perempuan Saudi. Keputusan Raja Salman yang memperbolehkan perempuan menyetir mobil diharapkan dapat mengubah berbagai aturan yang mengekang kehidupan mereka.

Mengutip pernyataan Dubes Saudi untuk AS, Pangeran Khaled bin Salman, nantinya kaum perempuan di Saudi tidak perlu meminta izin wali mereka untuk mendapatkan SIM. Mereka juga tidak harus ditemani pendamping pria ketika mengemudi, termasuk di Makkah dan Madinah. Kini, kata pangeran yang juga saudara sang putra mahkota dan sekaligus putra sang raja ini, Kementerian Dalam Negeri Saudi sedang mengkaji apakah wanita akan diizinkan menjadi pengemudi profesional atau tidak.

Keputusan memperbolehkan perempuan mengemudi tidak lepas dari peran besar Putra Mahkota Mohammad bin Salman yang didukung penuh oleh ayahnya yang juga Raja Saudi, Salman bin Abdul Aziz. Pangeran 32 tahun ini merupakan peletak dasar perubahan dan arsitek Visi Saudi 2030. Visi ini antara lain ingin menjadikan kaum perempuan sebagai mitra sejajar dengan laki-laki di masyarakat, dalam membangun Saudi yang lebih maju dan modern.  Dengan kata lain, perempuan juga harus produktif di segala bidang, baik politik, sosial, dan terutama ekonomi.

Perubahan ini sebenarnya sudah dimulai pada masa Raja Abdullah bin Abdul Aziz ketika memperbolehkan perempuan menjadi anggota Dewan Syuro dan masuk perguruan tinggi. Namun, untuk melakukan perubahan itu ternyata tidak mudah. Terutama ketika harus menghadapi kalangan ulama Wahabi yang konservatif yang menafsirkan agama dengan kacamata kuda. Kaku dan kolot.

Mereka, kata pengamat Saudi Abdurrahman al Rasyid, ingin membentuk masyarakat sesuai kehendaknya dan pemahaman agamanya yang kaku. Dengan sikap seperti itu,  para ulama konservatif itu justru sering menjadi penghambat kemajuan bangsa dan negara, meskipun harus diakui mereka merupakan pendukung utama kerajaan dari sejak berdiri hingga kini.

Menurut Putra Mahkota Pangeran Mohammad, perempuan mengemudi mobil tidak ada hubungannya dengan agama. Ia lebih terkait dengan sikap masyarakat. Tepatnya sikap ulama, apakah mereka bisa menerima atau tidak. ‘’Tapi saya yakin dalam waktu dekat akan segera ada perubahan,’’ ujar Pangeran Mohammad ketika meluncurkan Visi Saudi 2013 pada April tahun lalu.  Ia menambahkan, kaum perempuan merupakan partner sejajar dengan laki-laki untuk membangun  bangsa dan negara. ‘’Mereka akan lebih produktif bila disikapi dengan benar.’’

Perubahan yang dijanjikan sang putra mahkota itu pun telah terjadi pada Selasa pekan lalu ketika Raja Salman mengeluarkan dekrit yang memperbolehkan perempuan mengemudi mobil. Dekrit itu pun tampaknya sengaja dirilis bertepatan dengan perayaan besar-besaran Hari Nasional Saudi yang ke-87. Perayaan yang dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa cinta dan bangga terhadap Tanah Air itu, hingga tahun lalu masih dianggap bidah alias haram oleh sebagian ulama Saudi.

Dan, untuk menunjukkan perubahan kehidupan perempuan Saudi benar-benar telah terjadi setelah dekrit Raja Salman, Dubes Saudi di Washington langsung menunjuk seorang perempuan, Fatimah Baashen, sebagai juru bicara resmi kedutaan. Dengan demikian, Baashen merupakan perempuan pertama Saudi yang berbicara atas nama lembaga pemerintahan. Maka, jadilah ia seorang bintang di berbagai media internasional yang meminta pendapatnya tentang dekrit diperbolehkannya perempuan mengemudi serta dampaknya bagi kehidupan kaum perempuan Saudi.

Kita belum tahu bagaimana pengaruh diperbolehkannya perempuan Saudi mengemudi ini. Terutama yang terkait dengan peran dan perubahan kehidupan kaum perempuan. Atau lebih tepatnya apakah keputusan perempuan boleh menyetir mobil ini akan berpengaruh pada penyelenggaraan haji dan umrah. Namun, yang pasti permintaan terhadap sopir-sopir pribadi dari Indonesia akan berkurang. Dan, yang pasti pula kita akan bisa menatap wajah-wajah perempuan Saudi yang selama ini kecantikannya tersembunyi di balik cadar hitam.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement